Wednesday, February 21, 2007

Ugh.. Anak Saya Mulai Bertanya Soal Rokok..

Anak lelaki saya berusia 12 dan duduk di kelas 1 SMP. Ia memang penuh dengan kejutan. Pernah tidak masuk 10 besar di kelasnya, namun terpilih mewakili sekolahnya untuk lomba sains antar sekolah. Ulahnya sering membuat ibunya gusar, namun perhatiannya lebih sering meluluhkan hati sang ibu. Dan malam ini, Kaka – demikian kami memanggilnya – mempersembahkan kejutannya yang terbaru.

”Sebelum nyoba, aku mau tanya. Apa sih rasanya merokok?” Kata-kata itu merupakan petir di siang bolong yang mampir ke ponsel istri saya dalam bentuk sms. Dan petir itu malam ini muncul kembali dari mulutnya dan terasa benar menyengat jantung.

Rasanya baru kemarin saya mengantarnya masuk Taman Kanak Kanak dan sibuk menjawab pertanyaan-pertanyaan menyenangkan seperti: pelangi itu merah kuning hijau, kupu-kupu itu berawal dari ulat & kepompong, Tele Tubbies itu terdiri dari Tinky Winky, Dipsy, Lala, & Po dll.

Tapi kelihatannya kami sudah harus mulai mempersiapkan diri untuk menerima pertanyaan-pertanyaan semacam rokok di atas dan sebentar lagi – saya yakin – soal seks dan pacar (saya ternyata belum siap melihat anak saya tumbuh remaja dan berubah..hik..). Akhirnya semalam sebelum tidur dan sesudah shalat Subuh hari ini, kita berdiskusi panjang soal rokok. Man to man.

Ada 3 hal yang kita diskusikan: (1) kenapa orang mulai merokok? (2) apa rasanya rokok? (3) apakah ia boleh merokok?

Topik (1): Kenapa orang mulai merokok? Anak saya tau bahwa saya mantan perokok. Tapi dia baru tau kalau saya memulainya karena lingkungan saya yang perokok. Ayah, paman, tante, sepupu banyak yang merokok. Terlebih lagi teman-teman saya, sehingga saya terbawa dan tak ada yang memberi tahu saya soal bahayanya merokok. Tapi sesungguhnya ini pilihan buruk dan kalau saja saya bisa menggunakan alat Pak Haji Deddy Mizwar di serial TV Lorong Waktu untuk kembali ke masa lalu, saya memilih untuk tidak merokok. Anak saya mengakui bahwa teman-temannya mengajak dia untuk merokok dan dia sedang berpikir untuk melakukannya demi mendapat pengakuan pertemanan. Saya lalu membeberkan data-data mudharat merokok (dibahas di topik 3 di bawah) sebagai ongkos pertemanannya. Karena anak saya tahu betapa terpukulnya saya ketika sahabat saya yang perokok akhirnya meninggal akibat kanker lidah, dia bisa merasakan atmosfir mahalnya ongkos tersebut.

Topik (2): Apa rasanya rokok? Awalnya pahit dan bikin pusing. Ketika SD saya pernah merokok diam-diam bersama adik-adik sepupu di gudang belakang rumah. Akibatnya kita semua pusing dan muntah berjamaah. Tapi rupanya rasa ”bergaya” dan ”solidaritas teman” mengalahkan sunatullah yang ada di tubuh saya. Akhirnya saya pun kecanduan rokok yang dalam batas-batas tertentu memang membuat saraf menjadi rileks. Dan rasa rileks itulah yang akhirnya menutup nalar kita untuk berani melihat bahaya merokok. Aah, yang kena kanker pasti orang lain.. saya pasti tidak akan kena.. demikian nalar saya membuat logika yang tidak nalar. Tapi tetap saja walaupun sudah jadi perokok berat, saya tidak tahan bila merokok di ruang tertutup dan ber AC. Pasti saya langsung menunjukkan gejala kehamilan (pusing, mual, muntah). Jadi memang rasanya tidak selalu nikmat.

Topik (3) apakah anak saya boleh merokok? Kita akhirnya berdiskusi mengenai fikih, statistik, dan pengalaman pribadi. Yusuf Qardhawi dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid 1 menjelaskan bahwa ada 3 jenis pendapat ulama soal rokok. Ada yang mengharamkan, memakruhkan, dan menghalalkan. Yusuf Qardhawi sendiri termasuk mengharamkannya dengan alasan: (a) Memabukkan. Bisa menjadikan pikiran kacau, menghilangkan pertimbangan akalnya, menjadikan nafasnya sesak dan dapat teracuni. Ingat gejala kehamilan di atas? Kayaknya ini yang dimaksud. (b) Menimbulkan mudharat pada badan dan harta. Dimana mudharatnya? Saya sendiri baru 3 tahun terakhir ini berhenti karena banyak teman-teman yang meninggal akibat rokok. Ada yang karena serangan jantung, kanker lidah, dan kanker paru-paru. Belum lagi teman-teman yang masih hidup tapi terserang stroke, mengidap penyakit jantung dan kanker yang juga akibat rokok. Ketika saya menengok almarhum sahabat saya di RS Kanker Dharmais, dokter mengatakan bahwa 80% pasien Dharmais adalah perokok. Data-data yang diumumkan Fakultas Kedokteran Inggris juga cukup mendukung fatwa ini:
[1] setiap tahun 27.500 orang Inggris meninggal karena merokok, dan usia mereka berkisar antara 34-65 tahun
[2] setiap tahun 155.000 orang Inggris akan mati dimana 72% nya diakibatkan oleh penyakit paru-paru sebagai akibat langsung dari kebiasaan merokok.
[3] perokok Inggris kebanyakan meninggal akibat penyakit paru-paru, saluran pernafasan, jantung, tenggorokan, kanker payudara, kanker mulut, serta kanker tenggorokan. Anak-anak yang lahir dari rahim perokok lebih banyak mati karena keguguran.

Secara fikih, saya sendiri mengambil pendapat yang memakruhkan. Artinya saya selalu berusaha sekuat mungkin menjauhi rokok, kecuali ada hal-hal yang lebih mendatangkan manfaat.

Dalam kasus ini saya dihadapan pada pilihan: satu, melarang anak saya merokok dengan resiko dia akan merokok di belakang saya serta cenderung tertutup dengan masalah-masalahnya. Dua, membiarkan dia merokok dengan resiko saya di jauhi dari Cinta Allah karena membiarkan anak saya menjalankan hal-hal yang makruh. Tiga, adakah pilihan ke tiga?

Setelah menimbang-nimbang sejak semalam, saya berijtihad dan membuat pilihan ke tiga yaitu: mengajak anak saya merokok bersama satu kali untuk menghilangkan rasa penasarannya, tapi kemudian melarangnya merokok selama ia masih menjadi tanggungan saya. Tentu saya tidak akan melakukan pendekatan ini untuk hal-hal yang jelas-jelas haram seperti makan babi atau minum alkohol demi memenuhi rasa penasarannya. Namun karena saya menggunakan fatwa makruh untukn rokok, maka saya berani mengambil pendekatan ini. Tapi apa manfaatnya pendekatan ini? Mempertahankan keterbukaan anak saya terhadap orang tuanya. Menurut saya, keterbukaan anak saya itu lebih penting untuk dipertahankan dibanding membiarkan dia penasaran terhadap rokok. Ketika usianya bertambah, akan lebih banyak lagi masalah yang memerlukan keterbukaan dan diskusi antara dia dan orang tuanya. Saya tidak ingin mematikan semangat keterbukaan dan kejujurannya ini.

Dalam mengambil langkah di atas, saya mengambil kaidah fikih yang dijelaskan oleh Yusuf Qordhowi dalam buku Fiqh Prioritas:

"Kerusakan yang kecil diampuni untuk memperoleh kemaslahatan yang lebih besar".


"Kerusakan yang bersifat sementara diampuni demi kemaslahatan yang sifatnya berkesinambungan".


Saya menganggap bahwa merokok sekali sebagai kerusakan kecil atau sementara. Sedangkan keterbukaan merupakan maslahat yang lebih besar dan sifatnya berkesinambungan. Mudah-mudahan tidak salah. Bila salah, hanya pada Allah lah saya minta ampun.

Ketika saya menawarkan mencoba merokok bersama, anak saya terheran heran. Dia tidak mengira bahwa saya akan keluar dengan tawaran tersebut. Namun diluar dugaan, dia malah berkata bahwa dia akan mikir-mikir dulu karena setelah berdiskusi ternyata dia kehilangan selera juga untuk memulai merokok. Alhamdulillah. Jadi cerita ini belum tamat dan masih akan bersambung ke episode berikutnya (kalau ada! Mudah-mudahan nggak. Haha).

Saya sendiri tidak yakin apakah pendekatan ini adalah cara terbaik. Namun pengetahuan dan pengalaman saya yang penuh kekurangan ini hanya mampu menghasilkan ijtihad di atas. Bila sahabat-sahabat yang membaca tulisan ini punya saran lain, saya akan sangat berterimakasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kita semua. Amien.

Ucapan terimakasih atas kunjungan dan komentarnya: Azhar; Landy; Ibnu; Nila; Erika; Yoki; Ismansyah; Edwards; Wiku; Wawan; Muhamad Abduh; Phie; Irma Citarayani; N; Akbarsusamto; Andika Dwijatmiko; Anton; Yunis; Arman; cc-line.

Wallahualam Bissawab.

Saturday, February 17, 2007

Usul untuk ICMI

Setelah merenungi tulisan Adiwarman Karim (posting sebelum ini) mengenai bagaimana sejarah membuktikan ilmuwan klasik Islam merupakan penemu atau peletak dasar semua bidang ilmu, kayaknya ada deh yang bisa dilakukan untuk mengangkat kembali kenyataan yang sebenarnya pada dunia.

Kita memiliki organisasi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Organisasi ini bisa berkolaborasi dengan organisasi-organisasi lain di dunia untuk membuat penghargaan semacam nobel untuk achievement bidang-bidang ilmu pengetahuan dengan menggunakan nama-nama ilmuwan klasik Islam sebagai nama penghargaannya. Misalnya: Penghargaan Khawarizmi untuk bidang Astronomi & Matematika, Penghargaan Ibnu Sina untuk bidang kedokteran, Penghargaan Jabir Ibnu Hayyan untuk bidang Kimia, Penghargaan Muhammad Al Biruni untuk bidang Fisika, dll.

Ruang lingkupnya tentu saja dunia, sehingga ilmuwan non muslim bisa memenangkan penghargaan ini. Keuntungannya adalah: (1) ilmuwan & dunia non muslim bisa memahami bahwa ilmu pengetahuan hari ini tidak akan ada tanpa Islam dan ilmuwannya (2) Ilmuwan Islam akan terpacu untuk lebih berprestasi agar dapat meraih penghargaan tersebut karena bisa diduga di awal-awal penghargaan pasti didominasi oleh ilmuwan non muslim.

Ini cuma ide sekilas, dan bisa dirubah maupun diperkaya lagi oleh ICMI.. atau siapapun yang tertarik memulainya.. atau siapapun yang membaca blog ini.. (hehe..hampir lupa). Yang penting ke-2 tujuan di atas tercapai.

InsyaAllah ide ini bisa diterima & dijalankan dan menjadi barokah bagi kita semua.

Sebagai referensi, dibawah ini adalah beberapa nama-nama ilmuwan Islam yang saya kutip sebagian dari buku Cahaya Islam: Ilmuwan Muslim Dunia Sejak Ibnu Sina Hingga BJ Habibie karya Hery Sucipto:

- Ibnu Musa Al Khawarizmi (770-840 M): Astronom, Penemu Algoritma dan Aljabar
- Muhammad bin Zakaria Ar-Razi (846-925 M): Perintis Kedokteran Modern
- Al Mawardi (975 M): Pencetus Teori Politik Islam
- Ibnu Haitsam (965 M): Penemu Teori Penglihatan (Teori optik)
- Ibnu Khaldun (1332 M): Bapak Ilmu Sosiologi Politik
- Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan (1321 M): Penemu Ilmu Kimia
- Muhammad Al Biruni (973 M): Penemu Gaya Gravitasi
- Ibnu Sina (981 M): Bapak Kedokteran Modern
- Al Kindi (809 M): Merangkum Beragam Pengetahuan (Astronomi, Meteorologi, Pengobatan, Geometri, ilmu hitung, ilmu logika)
- Ibnu Majid (Abad 15 M): Penemu Kompas dan Navigator
- Ibnu Nafis (1210 M): Dokter Penemu Peredaran Darah
- Al Battani (858 M): Ahli Astronomi yang Mendunia.
- Abu Marwan Abdu Al-Malik Ibn Zuhr (1091): Bapak Parasitologi, Pelopor Tracheotomy
- Abdus Salam: Peraih Nobel Fisika 1979

Ucapan terimakasih atas kunjungan dan komentarnya: Bang Insa; Nila Obsidian; cc-line

Wallahualam Bissawab

Ekonomi Islam dalam Teori Ekonomi Modern

Barat adalah kiblat ilmu pengetahuan dari kebanyakan kita, termasuk para ilmuwan muslim. Tapi tahukah kita, di awal perkembangannya, ternyata banyak ilmuwan Barat yang terinspirasi (baca: mencontek) dari penemuan ilmuwan muslim klasik? Di bawah ini adalah tulisan Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A, M.A.E.P seorang tokoh ekonomi Islam terkemuka Indonesia berjudul: Ekonomi Islam dalam Teori Ekonomi Modern yang saya ketik ulang dari buku beliau: Ekonomi Islam Suatu Kajian Kotemporer. InsyaAllah tulisan Bang Adi ini bisa membakar semangat kita untuk kembali membangkitkan tradisi keilmuan Islam di bidang apa pun seperti ekonomi, kedokteran, perfilman, teknologi, maupun bidang-bidang lainnya. Amin Ya Rabbalalamin.

Teori ekonomi Islam sebenarnya bukan ilmu baru atau sesuatu yang diturunkan secara mendasar dari teori ekonomi yang ada sekarang. Sejarah membuktikan para pemikir Islam merupakan penemu atau peletak dasar semua bidang ilmu. Berikut ulasan bagaimana peranan ekonomi Islam dalam teori ekonomi modern.

Para ekonom muslim sendiri mengakui, mereka banyak membaca dan dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Aristoteles (367-322 SM) sebagai filsuf yang banyak menulis masalah ekonomi. Namun, mereka tetap menjadikan Qur’an dan hadits sebagai rujukan utama dalam menulis teori-teori ekonomi Islam.

Schumperter menyebut dua kontribusi ekonom Scholastic, yaitu: (1) penemuan kembali tulisan-tulisan Aristoteles dan (2) towering achievement St. Thomas Aquinas. Schumperter hanya menulis tiga baris dalam catatan kakinya nama Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dalam kaitan proses transmisi pemikiran Aristoteles kepada St. Thomas.

Pemikiran ekonomi St. Thomas sendiri banyak yang bertentangan dengan dogma-dogma gereja sehingga para sejarawan menduga St. Thomas mencuri ide-ide itu dari para ekonom Islam. Adapun proses pencurian terjadi dalam berbagai bentuk.

Pada abad ke-11 dan ke-12, sejumlah pemikir Barat seperti Constantine the African, Adelard of Bath melakukan perjalanan ke Timur Tengah. Mereka belajar bahasa Arab dan melakukan studi serta membawa ilmu-ilmu baru ke Eropa. Contohnya, Leonardo Fibonacci atau Leonardo of Pisa belajar di Bougie, Aljazair pada abad ke-12. Ia juga belajar aritmatika dan matematika Al-Kawarizmi dan sekembalinya dari sana ia menulis buku Liber Abaci pada 1202.

Raymond Lily (1223-1215) yang telah melakukan perjalanan ke negara-negara Arab mendirikan 5 universitas yang mengajarkan bahasa Arab sehingga banyak yang kemudian menerjemahkan karya-karya ekonom Islam. Di antara penerjemah tersebut adalah Adelard of Bath, Constantine the African, Michael Scol, Herman The German, Dominic Gundislvi, John of Serville, Plato of Tivoli, William of Luna, Robert Chester, Gerard of Cremona, Theodorus of Antioch, Alfred of Sareshel, Berenger of Valencia, dan Mathew of Aquasparta.

Sementara itu, di antara para penerjemah Yahudi adalah Jacob of Anatolio, Jacob ben Macher Ibn Tibbon, Kalanymus ben Kalonymus, Moses ben Solomon of Solon, Shem-Tob ben Isaac of Tortosa, Salomon Ibnu Ayyub, Todros Todrosi, Zerahiah Gracian, Faraj Ben Salim, dan Yaqub ben Abbon Marie.

Adapun karya-karya ekonom muslim yang diterjemahkan adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusd, Al-Khawarizmi, Ibnu Haitham, Ibnu Hazm, Jabir Ibnu Hayyan, Ibnu Bajja, Ar-Razi.

Beberapa institusi ekonomi yang ditiru oleh Barat dari dunia Islam antara lain syirkah (serikat dagang), suftaja (bills of exchange), hiwala (letters of credit), dar-ut Tiraz (pabrik yang didirikan dan dijalankan oleh negara) di Spanyol, Sicilia, Palermo, dan ma’una (sejenis private bank) dikenal di Barat sebagai Maona.

Beberapa pemikiran ekonomi Islam yang dicuri tanpa pernah disebut sumber kutipannya antara lain:

[1] Teori Pareto Optimum diambil dari kitab Nahjul Balaghah Imam Ali.

[2] Bar Hebrareus, pendeta Syriac Jacobite Church menyalin beberapa bab Ihya Ulumuddin Al-Ghazali.

[3] Gresham Law dan Oresme Treatise diambil dari kitab Ibnu Taimiyah.

[4] Pendeta Gereja Spanyol Ordo Dominican Raymond Martini menyalin banyak bab dari Tahafut al-Falasifa, Maqasid al-Falasifa, al-Munqid, Mishkat al-anwar, dan Ihya-nya Al-Ghazali.

[5] St. Thomas menyalin banyak bab dari Al-Farabi (St. Thomas yang belajar di Ordo Dominican mempelajari ide-ide Al-Ghazali dari Bar Hebraeus dan Martini).

[6] Bapak Ekonomi Barat, Adam Smith (1776 M), dengan bukunya The Wealth of Nation diduga banyak mendapat inspirasi dari buku Al-Amwal nya Abu Ubaid (838 M) yang dalam bahasa Inggrisnya adalah persis judul bukunya Adam Smith, The Wealth.

Banyak dari teori-teori ekonomi modern yang merupakan hasil curian dari pemikiran ekonomi Islam. Oleh karena itu, sikap umat Islam terhadap ilmu-ilmu dari Barat, termasuk ilme ekonomi, adalah la tukadzibuhu jamii’a wala tushahibuhu jamii’a. Maka ekonom Islam tidak perlu terkesima dengan teori-teori ekonomi Barat. Ekonom Islam perlu mempunyai akses terhadap kitab-kitab klasik Islam. Fuqaha (Ahli Fikih) Islam perlu mempelajari akan teori-teori ekonomi modern agar dapat menerjemahkan kondisi ekonomi modern dalam bahasa kitab klasik Islam.

Tulisan Bang Adi di atas memang hanya menyoroti pencurian ilmu pengetahuan di bidang ekonomi. Namun karena ilmuwan Islam klasik memiliki spektrum ilmu yang luas – dari kedokteran, astronomi, sosiologi, matematik sampai optik – maka saya takkan heran bila skala pencurian Ilmuwan Barat dari karya-karya pemikir Islam ternyata jauh lebih besar lagi.

Ucapan terimakasih atas kunjungan dan komentarnya: Rudi Kiswanto; Arman; Ibnu; Andika Dj.

Wallahualam Bissawab.

Thursday, February 15, 2007

Tradisi Keilmuan Islam

Anak-anak saya belajar di sekolah Islam. Saya bersyukur bahwa sekolah tersebut senantiasa mendorong muridnya untuk bertanya dan berpikir kritis. Akibatnya guru harus senantiasa siap untuk selalu memuaskan dahaga ilmu siswanya.

Tidak semua murid sekolah Islam maupun pesantren seberuntung anak-anak saya. Banyak sekolah terutama pesantren yang masih menerapkan tradisi sami’na wa atho’na. Kami mendengar dan kami patuh. Dulu ketika SD saya pernah dimarahi seorang guru karena dianggap terlalu banyak bertanya. Padahal tradisi keilmuan Islam tidak mengajarkan seperti itu.

Coba tengok cara Imam Al-Ghazali belajar dari Imam Al-Haromaini. Imam Al-Haromaini mengajarkan sebuah topik, lalu murid-muridnya mencatat. Kemudian catatan tersebut harus diperlihatkan kembali pada Imam Al-Haromaini untuk memperoleh approval bahwa pemahaman sang murid sama dengan pemahaman sang guru. Murid pun dibebaskan untuk mengomentari pengajaran guru dengan menulis catatan kaki dari halaman catatan mereka. Komentarnya bisa bersifat mendukung maupun membantah.

Suatu ketika, Imam Al-Ghazali menyerahkan catatannya beserta catatan kakinya yang panjang pada Imam Al-Haromaini. Setelah membacanya, sang guru berkata:
“Engkau menguburku hidup-hidup dengan catatan kakimu ini. Mengapa tidak kau buat setelah aku mati saja?” Kata-kata ini adalah bentuk pujian guru pada muridnya karena catatan kaki Imam Al-Ghazali banyak mematahkan argumen gurunya. Ini menunjukkan kadar kebebasan sang murid dalam mengemukakan pendapatnya. Dan tradisi ini pun terus berlanjut hingga datangnya masa pemaksaan cara berpikir rasional oleh kaum mu’tazilah sehingga tradisi pengajaran lambat laun menjadi lebih satu arah.

Satu lagi tradisi keilmuan Islam yang menurut saya luar biasa adalah masa perburuan buku-buku. Ketika itu orang-orang Romawi sangat tidak menghargai buku-buku keilmuan (terutama filsafat) karya orang-orang Yunani sehingga buku-buku tersebut banyak dijual di pasar loak. Lalu buku-buku tersebut diborong atas perintah Khalifah untuk kemudian diterjemahkan dalam bahasa Arab dan dipelajari oleh ilmuwan-ilmuwan muslim maupun santri-santrinya.

Topik-topik yang diajarkan dalam sekolah-sekolah kala itu adalah agama dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah tuntutan agama (Iqro Bismirabbika)dan agama menuntun ilmu pengetahuan sehingga keduanya tidak bisa dipisahkan. Karenanya banyak ilmuwan-ilmuwan Islam klasik yang ahli fikih sekaligus dokter (Ibnu Sina & Ibnu Rusdi), atau sekaligus ahli sosial & ekonomi (Ibnu Thaymiah, Ibnu Khaldun, Abu Hanifah), atau sekaligus ahli astronomi, dll.

Kedudukan ilmuwan maupun guru menempati tempat terhormat di masyarakat. Penghasilan mereka pun tinggi. Sebuah buku terjemahan biasanya ditimbang, lalu penterjemahnya akan diberi emas seberat buku tersebut. Gaji guru termasuk golongan gaji tertinggi di dalam struktur gaji kekhalifahan Islam.

Tradisi di atas mengingatkan saya di awal kebangkitan Jepang. Ketika perubahan dilakukan oleh Kaisar Meiji yang dikenal dengan nama Restorasi Meiji, prioritas utama Kaisar adalah membiayai orang-orang Jepang untuk belajar teknologi Barat dan menerjemahkan sebanyak-banyaknya buku barat ke dalam bahasa kanji serta membuka akses seluas-luasnya terhadap buku-buku tersebut. Disadari atau tidak, Jepang mengikuti tradisi keilmuan Islam di awal kebangkitannya. Perlu diingat, tradisi keilmuan Islam ini lah yang sesungguhnya membawa Islam mencapai puncak kejayaannya secara ekonomi maupun politik di masa lalu. Dr. Umer Chapra mengemukakan bahwa terpuruknya umat Islam saat ini dikarenakan jauhnya umat dari Qur'an, hadits, dan ilmu pengetahuan.

Bagaimana dengan Indonesia? Saya gak berani komentar ah, takut stress. Tapi paling tidak pemerintah kita saat ini (katanya) sudah mengalokasikan 20% APBN untuk sektor pendidikan. Mudah-mudahan sebelum membelanjakan anggaran pendidikannya, pemerintah bisa belajar dari tradisi keilmuan Islam sehingga bisa membuat prioritas yang benar dalam memajukan bangsa Ini.

Dengan doa, tawakal, dan kerja keras, InsyaAllah Indonesia akan bangkit suatu saat.

Ucapan terimakasih atas kunjungan dan komentarnya: Bang Insa; Nila Obsidian; Muiz; cc-line (Landy, saya contek kata-katamu ya..thanks)

Wallahualam Bissawab.

Wednesday, February 14, 2007

Captive Market yang Kita Sia Siakan

"Maka terhadap nikmat Tuhanmu yang manakah kamu ragu-ragu?"

Surat An Najm ayat 55 ini memang menggetarkan hati. Asalkan kita membuka mata kepala dan hati maka tak akan cukup tinta sebanyak seluruh samudera untuk menuliskan ilmu NYA yang merupakan nikmat bagi mahlukNYA. Namun berapa banyak tinta yang kita gunakan untuk mengucap syukur pada NYA? Secangkir? Segelas? Seember?

Salah satu nikmat NYA yang sering dilupakan adalah bahwa sesungguhnya Allah SWT sudah menyediakan captive market yang bisa digunakan oleh umat Islam di seluruh dunia untuk berbisnis dan meningkatkan ekonominya. Pasti udah tau kan? Captive market itu bernama IBADAH HAJI. Sebuah ibadah yang melibatkan bisnis senilai paling tidak Rp 40 Triliun yang dianugerahkan Allah setiap tahunnya bagi umat Islam. Nah apakah negara-negara berpenduduk mayoritas Islam sudah menikmati porsi terbesar dari kue bisnis ini?

Muhammad Syafii Antonio dalam diskusi bulanan Masyarakat Ekonomi Syariah Januari 2007 mengindikasikan bahwa justru negara-negara non muslim lah yang banyak menangguk keuntungan terbesar dari bisnis haji ini. Beliau memang tidak mengeluarkan data, tapi justru karena itu lah saya jadi penasaran.

Untuk menjawab rasa penasaran, saya mencoba napak tilas perjalanan haji saya 2 tahun lalu dan mencoba mengingat-ingat kemana saja larinya ongkos haji saya.

Pakaian & kain ihram rasanya buatan Indonesia. Sendal buatan Bata (dianggap luar negeri lah. Kalau Cibaduyut boleh lah dianggap dalam negeri walaupun bahan bakunya impor), sabun & shampoo buatan Unilever Belanda. Kopor made in China.

Berangkat menggunakan Emirate Air milik negara Islam. Tapi pesawatnya Boeing buatan Amerika. Pemasukan Emirate Air (dan operator-operator pesawat lainnya) sebagian besar lari ke Amrik untuk bayar leasing pesawatnya.

Sesampai di Jeddah kami menunggu di King Abdul Azis Airport yang baru saja di pugar dengan bahan-bahan impor dari Jerman. Sambil menunggu bis, kami pun disuguhi KFC yang frenchise dari Amrik. Bus pun datang. Mereknya Hyundai dan Mercedez.

Sampai di Mekkah, kami menginap di Sheraton, jaringan hotel dari negara non muslim juga. Di toko-toko dekat Sheraton pun sangat banyak menjual produk-produk impor dari negara-negara bukan Islam. Ketika saya beli sajadah dan tasbih yang bagus pun ternyata made in China.

Di masjidil haram yang indah itu pun lantainya terbuat dari marmer. Saya tidak tau buatan mana. Tapi tidak kalah dengan marmer Itali. Tunggu. Bagaimana dengan air zam zam? Nah ini adalah produk asli negara muslim. Tidak mungkin ada yang menirunya. Tapi... sayangnya zam zam tidak bisa diperjual belikan sehingga tidak ada nilai ekonomisnya. Bagaimana jerigennya? Ternyata made in China juga.

Sampai di Madinah kita menginap di Anwar Movenpick. Ada milik negara non muslimnya juga (kalau gak salah Perancis). Bahan-bahan bangunan masjid Nabawi pun saya ragu kalau di dominasi bahan-bahan dari negara Islam.

Di Mina? Gak beda jauh tuh. Ratusan ribu tenda-tenda tahan api yang hanya digunakan 2 hari dalam setahun itu ternyata buatan Amerika.

Wah, walaupun angka pastinya tidak ada, tapi kalau dilihat dari napak tilas di atas rasanya kue bisnis haji ini jelas-jelas tidak dinikmati secara mayoritas oleh negara-negara Islam.

Jadi kapan dong negara Islam bisa membuat pesawat, memiliki jaringan hotel, memiliki teknologi tahan api untuk tenda Mina, memiliki jaringan fast food yang mendunia, memproduksi bus-bus untuk mengangkut jamaah, memproduksi bahan-bahan bangunan kelas satu untuk masjidil Haram & Nabawi, dll. dll?

Atau untuk hal ini kita juga harus bilang TANYA KENAPA?

Semoga kita umat Islam selalu mampu membuka mata dan hati serta bekerja keras agar tidak menyia nyiakan begitu saja captive market yang telah disediakan Allah SWT untuk kita.

Wallahualam Bissawab.

Tuesday, February 13, 2007

Dinar & Dirham dan Harga Ayam & Kambing

“Berapa harga ayam sekarang Mak?” Saya mengajak Emak – pemilik kantin di komplek kantor saya – berteka teki.
”Teka teki kok ngono...ya jelas Emak tau to Pak.. 17 sampai 20 ribuan deh.. tergantung besarnya..”
”Berapa harga kambing sekarang Mak?”
”700 sampai 900 ribuan.. tergantung besarnya juga.. iki teka teki kok ora mutu to (ini teka-teki kok gak bermutu)?”
”Kalau harga ayam 30 tahun lalu berapa?”
Emak mengernyitkan keningnya sambil memutar-mutarkan bolpoin di jarinya ala generasi MTV kalau sedang mikir. Si Emak memang funky.
”Hmm.. sekitar seribu limaratusan Pak..”
”Kalau harga kambing 30 tahun lalu berapa?”
”Wah yen iki Emak rodo lali..(agak lupa) sik sik siiik..(bentar 3x..) seingatku sih 60ribuan.. naah teka teki sing iki sih yo rodo angel (agak susah)..tapi tetep ora mutu lho Pak”
”Berapa harga ayam jaman Rasulullah SAW Mak?”
Kening Emak tambah berkerut. Dahinya mulai mirip mahluk Klingon dalam serial Star Trek.
”Yooo mene-getehe Pak???” Bahasa funky nya keluar lagi. Maklum pelanggan Emak kebanykan penonton fanatik Extravaganza. Sehingga Emak fasih berbahasa ala Tora, Aming dan Indra Birowo.
”Harga ayam jaman Rasulullah itu 1 Dirham Mak. 1 Dirham itu kira-kira Rp 37ribuan. Dirham itu uang logam yang terbuat dari perak murni..”
”Wah.. 1 Dirham di sini malah bisa dapat 2 ayam.. jadi harga ayam gak berubah sejak zaman Rasulullah ya Pak?”
“Harga kambing juga gak berubah Mak.. harga kambing jaman Rasulullah itu 2 Dinar. 1 Dinar itu kira-kira Rp 425ribuan. Dinar itu uang logam yang terbuat dari emas 22 karat dengan berat 4,25 gram..”
”Ealaaah kok bisa to Pak? Kalau uang Rupiah kita kan nilainya turun terus.. lihat saja harga ayam 30 tahun lalu seribu limaratus sekarang sudah 17ribuan”
”Ya karena Dinar & Dirham itu terbuat dari logam mulia Mak..sehingga memang punya nilai. Lha kalau Rupiah atau Dolar kan cuma kertas thok yang diberi angka dan dijamin oleh pemerintah sebagai alat tukar...”
”Jadi misalkan pemerintah ne bubar, misalkan negara Indonesia bubar. Maka uang Rupiah nya gak iso di nggo (tidak bisa dipakai) jual beli ya Pak?”
”Bener banget Mak” Emak memang berotak encer. Kalau saja dia dulu sekolah, mungkin sudah sekarang sudah jadi Menteri Perdagangan.
”Tapi kalau duit emas dan perak walaupun negaranya bubar tetap saja iso di nggo jual beli karena duitnya terbuat dari emas dan perak ya Pak?”
Saya mengangguk membenarkan.
”Lha kok kita mau ya dibayar sama kertas ginian?” Emak menggenggam segepok 10ribuan dari laci kasirnya.
”Mak, yang lebih hebat lagi, emas Indonesia di Papua digali oleh perusahaan Amerika lalu emasnya dibawa ke Amerika dan sebagai imbalannya kita menerima kertas yang ada tulisan US DOLLAR nya. Minyak di Saudi Arabia dikirim ke Amerika dan orang Arab juga menerima kertas yang ada tulisan US DOLLAR nya..”
”Wah orang Amerikanya jadi kaya dong karena banyak emasnya.. lha berarti di brankas pemerintah kita cuma ada kerta-kertas bertuliskan US DOLLAR itu ya pak? Emasnya nggak nambah2 ya.. lhooo kok mau di bodo2i gitu to pak..”
”Yang lebih seru, untuk mencetak uang US DOLLAR itu biayanya Cuma 40 sen atau Rp 4,500 lah.. bayangkan US$ 100 itu kan nilainya sama dengan Rp 900ribu. Berapa untung pemerintah Amerika dari mencetak uangnya? Rp. 895,500!! Kita aja bodo mau mengikuti sistem yang dibuat Amerika Mak..”
Emak dan saya pun termenung. Suasana kantin tiba-tiba senyap. Ayam kalio di mulut saya mulai terasa hambar.
Teka teki ne mutu tenan (bermutu selali) Pak..” Emak berkata lirih sambil merapihkan uang-uang kertas di laci kasirnya.

Inflasi memang menjadi masalah besar Indonesia. Sebenarnya, masalah ini bisa sangat dikurangi bila kita kembali menggunakan mata uang dinar/dirham atau uang Rupiah yang didukung oleh emas/perak yang tersimpan di brankas Bank Indonesia. Artinya bila Bank Indonesia mengedarkan uang kertas baru senilai 1 milyar Rupiah, maka di dalam brankas BI harus tersimpan batangan emas senilai 1 milyar Rupiah juga. Dengan sistem ini (tanpa ada masalah dalam ketersediaan barang) harga susu di jaman sekarang InsyaAllah akan tetap sama di jaman cucu dan cicit kita.

Harus diakui untuk merubahnya, perlu perjuangan dan biaya besar. Namun kita bisa memulainya dari sekarang dengan mulai menabung dalam bentuk Dinar/Dirham. Keuntungannya bagi kita adalah tabungan kita tidak akan digerogoti inflasi. Karena daya beli logam mulia relatif stabil seperti nampak dalam kasus harga ayam dan kambing di atas. Bagi yang tertarik bisa melihat website: www.logammulia.com atau www.e-dinar.com. Atau menghubungi:

WAKALA ADINA
Jl. M. Ali No. 2 RT 003/04 Tanah Baru – Kota Depok 16426.
Telp/fax 021 – 775 6071
Email: lembagaadina@cbn.net.id

Lamunan saya buyar. Nasi & lauk di piring pun tandas. Saya hanya bisa berharap, Allah berkenan memberi kesempatan untuk Indonesia bisa menjadi bangsa yang maju secara ekonomi dan secara akhlak.
“Berapa semuanya Mak?” Saya bersiap-siap kembali ke kantor.
“10 ribu Pak.. ”
Saya menyodorkan uang kertas sepuluh ribuan
Emak tersenyum. “Nggak ada Dinar ya Pak..”
Saya ngakak. Emak memang super cerdas. Lebih cerdas dari orang-orang yang menggadaikan sumber daya alam Indonesia kepada negara asing demi setumpuk kertas bertuliskan US DOLLAR.

Wallahualam Bissawab.

Thursday, February 8, 2007

Berguru Pada Allah SWT

Allah SWT adalah Maha Guru yang selalu memberikan pengajaran tiap detik pada mahluk NYA. Ini bukan ayat Qur’an, bukan pula hadits, namun ungkapan hati setelah mengalami kejadian sederhana namun mencerahkan (buat saya).

Hari Sabtu 3 Februari kemarin ketika Jakarta tengah banjir-banjirnya, saya bertukar sms dengan Pak Abdul Hakim (uztadz yang setiap Rabu malam memimpin pengajian kami):

Saya:
Ass Wr Wb Pak, misalkan saya berniat umroh. Tiba2 ada musibah banjir sehingga banyak korban. Lalu saya diberitau tentang kaidah fikih bahwa ibadah sunat yang mendesak (menolong korban banjir) harus didahulukan dibanding ibadah sunat yang bisa ditunda (umroh). Kalau saya tetap pergi umroh tanpa membantu korban banjir, apakah status sunat umroh saya bisa turun menjadi mubah atau makruh?

Uztadz Hakim:
Alaikumsalam Wr Wb. Dalam teologi paling tidak ada 3 istilah untuk dosa:
(1) ’Ihsyan/Maksiyat (rebellion)
(2) Dzanbun (wrong doing)
(3) Tarkul awlaa (failure to choose the best)
Dosa jenis (1) & (2) biasa dilakukan orang awam. Dosa jenis (3) mungkin dilakukan orang shaleh & berilmu. Bagi orang awam dosa jenis (3) ini tidak dianggap suatu dosa tetapi bagi orang berilmu termasuk dosa. Menurut saya umroh tetap bernilai ibadah, tetapi pada saat bersamaan kita melakukan dosa tarkul awlaa yang kadarnya tergantung tingkat keilmuan & kesalehan. Seperti Nabi Adam a.s. memilih memakan buah. Beliau tarkul awlaa. Akibatnya beliau lebih cepat dikeluarkan dari surga. Cepat atau lambat, nabi Adam a.s. harus ke bumi. Tapi dengan tarkul awlaa waktunya menjadi lebih cepat.

Saya:
Maaf Pak ada lagi pertanyaan:
(1) Bagaimana kalau kita memilih menjadi awam saja (tidak ingin menambah ilmu) karena takut terkena dosa tarkul awlaa?
(2) Apa kelebihan orang berilmu dibanding awam di hadapan Allah SWT?
Kalau bisa dijawab lewat sms Alhamdulillah. Kalau tidak, InsyaAllah dibahas Rabu ya Pak?

Uztadz Hakim:
Ass.Wr.Wb. Nah ini topik bagus Pak. InsyaAllah dibahas Rabu. Juga tentang topik-topik terkait seperti kesempurnaan manusia, free will, dosa, ilmu, dan kemaksuman Para Nabi.

Dan saya benar-benar tak sabar menunggu Rabu malam, pasalnya saya sedang menuntaskan buku Fiqh Prioritas karya Yusuf Qorodhowi yang mengupas mengenai prioritas dalam beragama. Dalam buku tersebut tampak benar umat Islam saat ini hampir semua menjalankan agamanya tanpa prioritas yang diajarkan oleh Islam itu sendiri. Topik inilah yang melatar belakangi pertanyaan pada Pak Hakim.

O ya Pak Hakim itu lebih mudah 8 tahun dari saya namun ilmu agamanya luar biasa. Beliau mampu menjelaskan agama dengan bahasa teknologi, logika, maupun sufi. Dengan konteks kekinian maupun jaman Rasulullah SAW. Jamaah pengajian kami yang sudah berjalan sejak 2004 terdiri dari 3 keluarga yaitu: keluarga saya, keluarga Dr. Dondy (seorang dokter spesialis terapi zona meridian), dan keluarga Pak Edris (seorang pemilik pabrik beras di Kerawang). Kadang-kadang ada saja teman-teman lain yang on and off. Namun yang InsyaAllah selalu hadir cuma 3 keluarga tersebut. Pengajian biasa dilakukan di rumah Dr Dondy di Bintaro sehingga beliau bisa sekalian mengobati anggota pengajian.

Hari Rabu pun tiba. Semua pekerjaan Fardhu ’Ain dan Fardhu Kifayah (termasuk yang menyangkut banjir) sudah saya tata supaya tidak mengganggu pengajian Rabu malam itu.

Menjelang sore HP saya berdering. Dari Dr. Dondy.

”Sohib, sorry nih.. saya masih melakukan bakti sosial korban banjir di seputar Bintaro sehingga kayaknya pengajian malam ini ditiadakan dulu. Tolong beritau Pak Hakim ya..” Wah.. saya kecewa berat ketika mendengar kabar itu. Tapi mau gimana lagi?

”Ok Dok.. InsyaAllah saya kabari Pak Hakim..” Beberapa detik saya merenung, sebelum akhirnya memohon ampun pada Allah SWT atas rasa kecewa saya tadi. Kenapa? Karena sesungguhnya Allah tengah memberi tau saya bahwa menolong korban banjir adalah ibadah yang tidak bisa ditunda, sedangkan pengajian adalah ibadah yang bisa ditunda. Subhanallah! Allah langsung memberikan contoh nyata mengenai topik fikih prioritas yang sedang saya baca yang juga berhubungan dengan pertanyaan yang saya ajukan pada Pak Hakim. Sekaligus juga Allah SWT menyelamatkan saya dari dosa tarkul awlaa. Karena bisa saja saya meyakinkan Dr. Dondy untuk tetap mengadakan pengajian sehingga kemungkinannya saya menzolimi fisik Dr. Dondy yang butuh istirahat karena seharian sudah mengurusi korban banjir, atau mengurangi hak korban banjir untuk dibantu karena Dr. Dondy harus pulang lebih awal untuk beristirahat dan mempersiapkan pengajian Rabu malam. Kedua-duanya jelas bukan the best choices dan saya jelas akan terkena dosa tarkul awlaa.

Seketika itu juga saya mengucapkan syukur yang tak putus-putusnya karena Allah SWT berkenan menyapa saya dengan pengajaran sekaligus ampunanNYA.

Ya Allah, berikanlah kemampuan pada hambaMU yang hina ini untuk senantiasa menyerap pengajaran dan hikmah dari MU sehingga dapat menjadi salah satu mahlukMU yang KAU permudah untuk memasuki syurga MU.

Tuesday, February 6, 2007

"Hikmah" dan ”Tobat”: Kata Favorit Seputar Musibah

Tahun 2007 baru berusia sebulan lebih. Tapi sudah begitu banyak musibah dihadapi bangsa ini. Kecelakaan pesawat terbang, tenggelamnya kapal laut, tanah longsor, dan yang teranyar banjir di Jadebotabek (ini belum termasuk musibah yang di carry over dari tahun lalu seperti lumpur lapindo).

Saya tidak ingin membicarakan musibah tersebut satu per satu karena sudah banyak orang yang lebih kompeten yang memberi komentar. Tapi saya justru tertarik membicarakan benang merah komentar-komentar tersebut. Ternyata ada kata-kata yang selalu berulang dan berlaku umum pada musibah yang berbeda-beda. Kata tersebut adalah: “Hikmah” dan “Tobat”.

Soal ”Hikmah” saya yakin kita semua pasti sering mendengar ucapan-ucapan ini:
”Kami yakin dibalik musibah ini pasti ada hikmahnya”
”Kita harus mengambil hikmah dari kejadian ini”

Tapi pernahkah kita mendengarkan kelanjutannya? Misalnya begini:
”Kami yakin dibalik musibah Adam Air ini pasti ada hikmahnya. Salah satu hikmahnya adalah pengontrolan keamanan harus diperketat oleh pemerintah, dengan cara Dephub akan mengecek secara periodik sistem keamanan pesawat lalu diumumkan di website. Sehingga kalau terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh keselamatan yang diabaikan, maka Dephub harus bertanggung jawab dan pejabatnya harus dihukum”
Gak pernah sampai disitu kan? Biasanya pernyataannya cukup sampai ke titik dimana kita sadar bahwa pasti ada hikmah di balik suatu kejadian, tanpa merasa perlu untuk mencari hikmah tersebut.

Soal ”Tobat” juga sami mawon. Ketika musibah mendera Indonesia dengan bertubi-tubi, lalu semua orang mengambil kesimpulan bahwa bangsa ini harus bertobat. Ok, setuju 100%. Lalu bagaimana cara bertobatnya? Kemudian banyak kita lihat aktifitas zikir (lisan), istighozah,maupun doa bersama dilakukan di mesjid-mesjid sebagai salah satu bentuk pertobatan. Saya tidak tau apakah agama lain juga melakukan hal yang sama. Saya setuju 1000% dengan kegiatan ini. Tapi pertanyaannya, apakah hanya itu kah bertobat yang diajarkan Islam?

Syekh Muhammad Al-Ghazali (mantan aktivis Ikhwanul Muslimin) dalam buku Selalu Melibatkan Allah (terbitan Serambi) mengatakan bahwa:

Tobat adalah peralihan total dari suatu pola kehidupan ke pola lain, pemisah yang tegas antara dua masa yang berbeda, laksana fajar yang memisahkan gelap malam dan terangnya siang.

Tobat bukanlah persinggahan sesaat yang setelah itu orang bisa kembali berbuat buruk. Tobat juga bukan upaya yang tidak butuh niat kuat dan kesiapan menerima berbagai ujian. Tobat yang membuat Allah bahagia adalah tobat yang sungguh-sungguh , yang merupakan kemenangan seseorang atas segala kelalaian, kemaksiatan, dan hawa nafsu.

Definisinya jelas banget ya? Jadi ternyata bertobat itu tidak cukup di hati dan lisan saja, tapi harus ada action nya. Nah coba kita petakan kelakuan kita sejak banjir Februari 2002 hingga Februari 2007.

Di saat banjir 5 tahun lalu, banyak orang sepakat bahwa salah satu penyebab banjir adalah tersumbatnya banyak saluran air oleh sampah akibat perilaku membuang sampah sembarangan oleh kita semua. Sehingga hikmah banjir Februari 2002 adalah ”kembalilah pada hadits Nabi saw bahwa kebersihan adalah sebagian dari Iman. Jangan buang sampah sembarangan”. Kalau kita bertobat dengan definisi di atas, tentu tidak ada lagi gorong-gorong yang macet. Karena kenyataannya, banjir 2007 ini masih diakibatkan oleh tak berfungsinya gorong-gorong karena tersumbat sampah. Lucunya, tadi pagi saya melihat TV yang menunjukkan dalam 2 hari masa banjir ini, terdapat banyak sampah yang menyangkut di pintu air akibat orang-orang Jakarta masih membuang sampah sembarangan. Ealaaaah, gak belajar-belajar.. katanya mau tobat..

Hikmah lain dari banjir 5 tahun lalu adalah bahwa daerah Jakarta serta Bogor, Puncak, & Cianjur (Bopuncur) harus memiliki daerah resapan yang cukup untuk dapat menahan air untuk tidak mengubah Jakarta menjadi kolam raksasa. Bahkan ada aturannya segala. Apa yang terjadi? Dalam 5 tahun begitu banyak pembangunan perumahan dan kawasan bisnis di area-area yang sudah diidentifikasi sebagai daerah resapan. Jadi kesimpulannya kita memang belum bertobat..

Tak heran banjir sampai ada siklusnya segala. Karena memang kita manusia yang susah belajar dari pengalaman, sehingga alam pun akhirnya bekerja sesuai Sunatullah dalam bentuk siklus.

Dengan kata lain: kata ”hikmah” dan ”bertobat” memang baru dalam tahapan ucapan di mulut saja. Di hati siapa tau, di tindakan tidak ada yang pernah tau.

Wallahualam Bissawab.

Sunday, February 4, 2007

D'BIJIS Asyik Abis

“Anjing lo semua!!” demikian Bonie – pentolan band rock The Bandits -- menyapa penonton setelah terlambat 1 jam gara-gara ngedrugs dulu. Penonton pun berteriak senang. Tapi Bonie malah pingsan karena OD dan konser pun rusuh dan menyebabkan band yang nyaris masuk dapur rekaman ini bubar. Darius Sinatrya yang biasanya tampil kelimis bisa tampil super macho dengan tato disertai rambut dan bulu ketek gondrong ketika berperan sebagai Bonie. Sumpah, belum pernah saya melihat Darius tampil sekarismatik itu.

Synopsis nya tidak usah saya ceritakan lagi ya? Namun secara keseluruhan alur ceritanya mengasyikkan. Kisah rocker banget lah. Penuh dengan makian ”Tai” ”Anjing” ”Bencong” yang walaupun awalnya terasa over dosis, tapi tertutup oleh alur ceritanya yang seru, super kocak dan lagu-lagu yang gue bangeeet (beli CD nya kayaknya wajib deh). Keorisinilan cerita justru terlihat dengan diciptakannya pasangan homo yang mirip Krisdayanti dan Anang. Mirip abis. Dan si Krisdayanti berjakun ini ternyata merupakan pemain bass band The Bandits yang paling ganteng. Ide lain yang nyeleneh tapi kreatif adalah alat ciptaan Gendro berupa penjepit (maaf) buah zakar alias biji sebagai alat untuk menciptakan lengkingan suara rocker bagi siapa saja yang dijepit bijinya. Haha gila banget idenya. Penggalian karakternya (untuk beberapa tokoh) juga lumayan detail.

Walau alurnya mengasyikkan, ada beberapa hal yang bisa jadi catatan penulis skenario. Pertama, saya agak bingung dengan tokoh Soljah, sang keyboardist. Dia digambarkan tinggal di daerah pecinan dan hobi menonton film mandarin sehingga saya berasumsi dia adalah rocker beretnis Cina. Tapi begitu nongol, laaah kok mukanya Arab banget? Gak penting sih.. tapi cukup mengganggu saya yang terus menerus berusaha menebak background si Soljah karena tokoh-tokoh band The Bandits lainnya seperti Damon (Tora Sudiro), Gendro (Indra Birowo), dan Bule (Gary Iskak) cukup tergali latar belakangnya. Jadi wajar dong kalau saya berharap kisah latar belakang Soljah mendapat porsi yang sama dengan anggota band lainnya. Kedua, di tengah cerita, dialognya terlalu bertele-tele sehingga terasa membosankan. Harusnya informasi yang sama bisa disampaikan melalui visual ataupun musik. Ketiga, endingnya biasa saja dan kurang menggigit. Sepanjang film, penonton disodori bagaimana susahnya menyatukan sebuah band dan juga disuguhi problematika yang dihadapi masing-masing personilnya. Tentunya penonton berekspektasi untuk melihat hasil yang hebat di akhir cerita sehingga ketika keluar bioskop penonton bisa bernapas lega dan membatin ”setelah kesulitan-kesulitan yang dihadapi mereka, akhirnya berhasil juga mereka menjadi sebuah band yang sukses..”. memang di akhir cerita, ada juga nuansa happy endingnya. Gendro kembali akur dengan istrinya yang galak. Bule kembali akur dengan ”Mas Anang” nya. Asti (Rianti Cartwright) jadian dengan Damon. Soljah berusaha menurunkan berat badannya walaupun diawal tidak terlalu dieksplore bahwa overweight merupakan problemnya Soljah (Betul, dia ditertawakan teman-temannya karena sekarang jadi melar. Tapi Soljah tidak pernah mengeluh soal ini). Band mereka pun masuk dapur rekaman. Tapi karena saya disuguhi problem menyatukan band sepanjang film, maka saya berharap ending yang lebih menonjolkan kesuksesan band dan personilnya setelah kerja keras menyatukan band ini kembali.

Soal akting, ada satu kritik yang berlaku umum. Para pemain sering ngomongnya gak jelas karena cara bicara yang kecepetan atau kumur-kumur. Jadi sering banget saya mendengar komentar penonton; "hah? apa katanya?" "Kenapa?". Gak mungkin kan penonton satu bioskop mendadak budeg berjamaah?

Tora seperti biasa berakting bagus sehingga sosok aslinya lenyap dan menjadi rocker dingin yang bernama Damon. Indra Birowo biasa-biasa saja. Cengengesannya yang sering kita lihat di Extravaganza masih sering tampak sehingga karakter Indra nya masih terasa betul. Akting Indra lebih bagus ketika menjadi Markus di Dunia Tanpa Koma. Yang dahsyat dalam film D'BIJIS ini adalah aktingnya Gary Iskak. Sosok tampan Gary bisa lebur dalam wujud banci yang menjadi imitatornya Kris Dayanti (KD). Tampak sekali Gary melakukan riset mendalam terhadap penampilan KD karena Gary bisa meniru gerak tubuh, senyum dan lirikan mata KD dengan sempurna. Salut banget buat Gary.

Secara keseluruhan saya suka film ini. Ceritanya masuk akal, menghibur dan mengajari kita bahwa unsur ego ternyata adalah roh sekaligus racun bagi sebuah band. Tak heran bila band-band papan atas sering bongkar pasang pemain. Kalau saja Bonie dimintai pendapat mengenai film ini, saya gak heran bila dia menjawab dengan kata kata: ”Anjing! Asyik abis!”.

Thursday, February 1, 2007

Belajar Customer Service dari Si Emak

Si Emak adalah seorang entrepreneur tangguh yang memiliki customer service skill yang tinggi. Dia adalah pemilik kantin di salah satu pojok kompleks perkantoran kami, yang nyaris hapal nama seluruh pelanggan beserta menu kesukaannya.

“Mas Sinyo itu sukanya nasi dengan ayam kalio” Demikian Emak menyebut staf saya yang asli Jawa tapi dijuluki Sinyo oleh teman-teman dari creative department karena kulitnya yang putih dan penampilannya yang super santun. Mirip londo londo jaman dulu, katanya. Padahal saya yakin banget anak-anak creative itu belum pernah ketemu yang namanya londo-londo jaman dulu. Wong rata-rata lahirnya tahun 70an gitu kok.

“Nah kalau Pak Olo sukanya nasi separo, pakai sayur dan ikan” menyebut staff saya yang asli Batak tapi berlogat Yogya.

“Kalau Bapak,” katanya sambil menunjuk saya “Nasi satu, kadang satu setengah, ayam kalio, bakwan goreng, sambel kerecek, tempe bacem dan sayur singkong”. Suara keras si Emak membuat seluruh pengunjung kantin paham kenapa bentuk tubuh saya seperti karung beras.

“Gimana sih caranya kok Emak bisa hapal semua nama pengunjung dan makanan kesukaannya?” Tanya saya pada Emak karena kagum dengan kemampuannya membuat pelanggan merasa dihormati sehingga terjalin emotional attachment antara pembeli dan penjual (meminjam istilah Hermawan Kertajaya).

“Waah ndak tau pak..” Logat Surabayanya kental sekali “saya itu cuma niat mengingat nama-nama tamu saja kok.. kan rasanya sopan kalau bisa panggil nama pak..”

Si Emak hanya lulusan SD dan tidak pernah kursus marketing pada Hermawan Kertajaya, apalagi baca bukunya Philip Kotler. Tapi kantinnya selalu ramai. TANYA KENAPA?
”Masakannya enak-enak” dan ”dekat” merupakan jawaban yang bergantian muncul ketika saya bertanya alasan para pengunjung makan di kantin si Emak. Tapi ”Orang nya ramah banget” adalah jawaban yang selalu muncul.

Tanpa sadar Emak sudah menerapkan prinsip-prinsip marketing venus nya Hermawan Kertajaya. Menarik pelanggan dengan membuat mereka terikat secara emosional.

Tanpa sadar juga Emak sudah menerapkan ajaran Rasulullah SAW tentang anjuran menebar salam kepada siapa pun. Kalau dilihat hadits-hadits, kata-kata Assalamualaikum jarang berdiri sendiri tapi senantiasa diikuti dengan nama atau julukan. Assalamualaikum ya Umar (ketika Rasul saw menyalami Umar). Assalamualaikum ya Abu Hasan (ketika Umar Bin Khatab menyalami Ali Bin Abu Thalib). Bahkan Allah SWT menyapa Rasulullah SAW dengan Assalamualaika ayyuhannabiiyu (salam untukmu wahai nabi). Tidak sekedar Assalamualaika tanpa menyebut nama atau julukan seseorang.

Jadi kalau ingin dagangan kita barokah, coba lah kita belajar dari Emak untuk mulai menyebar salam sambil menghapal nama maupun julukan/jabatan siapa saja yang berhubungan dengan dagangan kita. Istilah kerennya stakeholder. Bisa polisi, pelanggan, petugas pajak, penjual bahan baku, orang tua, adik, dll. InsyaAllah barokah.

Wallahualam bissawab