Dalam evolusi ilmu manajemen kita mengenal 2 pendekatan utama: objective oriented management & process oriented management. Objective oriented sangat pas untuk era industry yang menitik beratkan pada industry manufaktur yang berfokus pada output. Tak peduli apakah caranya menimbulkan mudarat, sepanjang business objective nya tercapai maka everything is OK. Namun di era teknologi informasi yang menghasilkan masyarakat yang semakin emosional, maka process oriented management lah yang lebih pas. Mengapa? Karena bila sebuah produk melalui proses produksi yang bagus, maka dianggap hasilnya pun akan bagus. Itu lah yang membuat perusahaan-perusahaan berlomba memperoleh sertifikasi ISO yang menunjukkan bahwa prosesnya sudah mengikuti standar dunia.
Sebagai seorang muslim, pendekatan mana yang lebih cocok? Coba tengok kisah Robin Hood. Pahlawan kaum papa tanah Inggris yang mencuri harta si kaya untuk dibagikan pada si miskin. Apakah Islam membenarkan tindakan Robin tersebut? Jawabnya tentu tidak. Mencuri, apa pun alasannya adalah perbuatan dosa. Pada akhirnya kita bisa mengatakan bahwa manajemen dalam Islam adalah: process oriented management. Bila prosesnya sesuai syariah maka InsyaAllah akan memperoleh kebaikan (maslahah) di dunia dan akhirat.
Ilmu manajemen tidak hanya menjadikan organisasi sebagai subyek, tapi juga individu. Steven Covey, Dale Carnegie, Ary Ginanjar adalah contoh orang yang mengembangkan individual development concept & management. Tapi 14 abad yang lalu, seorang buta huruf bernama Muhammad Bin Abdullah – atas perintah Allah -- menyebarkan konsep individual management yang dahsyat yang bernama Islam. Individu diberi visi untuk bertemu Allah kelak di hari kemudian. Misinya di bumi adalah beribadah pada Allah (baca: menjalankan proses yang diridhoi Allah) dan karena itu diberi otoritas sebagai khalifah (pemimpin) bagi dunia, lingkungan, keluarga, dan diri sendiri. Sayangnya, banyak individu yang mencoba menjadi khalifah demi mencari ridho Allah, kemudian terjebak pada perasaan tertekan & stress karena takut tidak mampu menjadi khalifah yang baik. Lalu bagaimana seharusnya sikap hati/perasaan dalam menyikapi peran kita sebagai seorang khalifah?
Dalam satu fase kehidupan saya sebagai seorang khalifah, saya pun mengalami hal perasaan tertekan yang sama. Sebagai khalifah tentu saya harus bertanggung jawab terhadap peran yang saya jalankan. Peran sebagai: suami, ayah, pemimpin perusahaan, tetangga, sahabat, mahasiswa, dosen, jamaah pengajian, dan masih banyak lagi. Sahabat saya bahkan memiliki peran yang jauh lebih banyak dari saya. Namun anehnya outputnya berbeda. Saya sering terlihat stress, dan dia kelihatan selalu tenang dan enjoy aja (bukan iklan rokok ya..)…
Coba bayangkan, ketika dekat anak saya mikirin perusahaan, ketika di kantor saya mikirin tetangga, ketika ngajar saya mikirin gaji pegawai, ketika kuliah saya mikirin istri. Paling parah adalah saya mikirin semua parallel dalam setiap kesempatan. Karena saya takut (dan gengsi) bila apa yang diamanahkan ke saya hasilnya tidak sesuai ekspektasi, maka tekanan demi tekanan mulai merasuki tubuh dan kepala saya. Akibatnya saya jadi pelanggan setia obat-obatan migraine dan sakit kepala.
“Rahasianya, ikhlas dan pasrah Pak.. dan dengarkan rasa hati kita..” jawab sahabat saya, ketika ditanya rahasianya untuk bisa senantiasa tenang dan enjoy.. hmm kata-kata yang sudah sangat sering saya dengar. Tapi karena bukti hidup ada di depan saya, maka saya tertarik menggali lebih jauh mengenai kiat-kiatnya itu.
“Pernah jatuh cinta Pak?” Sahabatku bertanya. Bah pertanyaan macam apa ini? Ya tentu pernah lah..
“Apa yang bapak lakukan bila berada dekat-dekat dengan si dia?” Nah ini pertanyaan susah. Kalau saya jawab semuanya tentu dia akan terbahak-bahak mendengar betapa seorang laki-laki mau dan mampu melakukan hal-hal tolol demi menarik perhatian sang gadis pujaan.
“Apa saja demi menyenangkan hatinya” jawab saya diplomatis, namun jujur.
“Sepenuh hati dan tanpa keterpaksaan ya Pak?” kejarnya lagi. Saya mengangguk mengiyakan.
“Itulah ikhlas pak.. tapi yang menjadi tuhannya adalah gadis pujaan bapak itu.. coba sekarang bapak melakukan hal yang sama tapi demi menyenangkan Allah Yang Maha Suci..maka bapak sudah melakukan Ikhlas dengan makna yang hakiki..” Sekarang saya paham arti ikhlas. Berpuluh-puluh tahun saya dengar kata itu dan hanya berhasil melekat di kuping dan lidah. Tak pernah bisa masuk ke hati. Alhamdulillah.
“Tapi pak, saya malah bisa tambah stress dengan konsep ikhlas ini. Bayangkan, kalau gadis pujaan saya kecewa saja saya bakal uring-uringan. Bagaimana kalau Allah Yang Maha Tinggi yang saya kecewakan? Bisa-bisa masuk rumah sakit saya pak..” saya mulai kuatir.
“Disini perlunya pasrah pak.. pernah naik pesawat pak?” Dan tanpa menunggu konfirmasi, sahabat saya melanjutkan. “ketika bapak di dalam pesawat, tentu bapak memberikan seluruh wewenang untuk menerbangkan pesawat tersebut kepada pilot kan? Bapak tidak akan merasa bertanggung jawab untuk mampu menyopiri pesawat kan? Semuanya bapak pasrahkan pada pilot, dan bapak yakin bahwa pilot tersebut akan membawa bapak sampai ke tempat tujuan. Apakah bapak pernah sepasrah itu kepada Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang?”
Saya mulai paham arah pembicaraan ini. Harus saya akui, selama ini saya menerapkan “objective oriented management”. Buat saya yang penting adalah hasil akhir harus sesuai dengan perencanaan. Padahal Al Quran tidak mengajarkan demikian. Kisah Siti Hajar ketika berlari-lari mencari air antara bukit Safa & Marwa misalnya. Beliau berlari-lari dalam melakukan proses yang sesuai dengan sunatullah. Ia harus berusaha mencari pertolongan demi seteguk air untuk sang anak tercinta, Ismail. Toh akhirnya, pertolongan datang dari arah yang tak terduga. Yang tidak sesuai dengan perencanaan Siti Hajar yang berharap memperoleh air dari orang-orang yang lewat. Malaikat Jibril lah yang menolongnya dengan memukulkan sayapnya pada sebuah batu sehingga keluarlah air Zam Zam.
“Jadi harusnya saya merencanakan dan mengeksekusinya dengan sebaik-baiknya dengan ikhlas, dan memasrahkan hasil akhirnya pada Allah ya Pak?” Saya mulai mendapat pencerahan
“Jadi misalnya anak saya akan menghadapi ujian sekolah, maka saya akan bertanya pada diri sendiri: apa yang harus saya lakukan agar Allah tambah senang pada saya & membuat anak saya siap ujian. Maka saya merencanakan untuk memindahkan pekerjaan saya sebanyak2nya ke rumah sehingga saya bisa pulang cepat dan duduk bersama2 anak saya & guru les nya dan sama2 mempersiapkan ujian tersebut. Tapi ketika waktu tidak memungkinkan saya untuk pulang cepat, maka saya tetap bersyukur (karena pasti ada rencana Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang) sehingga saya mencari jalan lain, misalnya: melakukan telepon pada jam-jam tertentu untuk mendiskusikan kesiapannya, dst. Begitu ya pak? Dan saya tetap memasrahkan penerbangan hidup saya ini pada Pilot Yang Maha Agung yaitu Allah SWT.. kalau nanti hasil ujian anak saya tidak sesuai harapan, maka saya terus bersyukur (karena pasti ada rencana lain Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang) dan berusaha untuk memperbaiki di kemudian hari.. benar begitu?”
Sahabat saya mengangguk2. Tadinya saya pikir dia mengangguk2 karena terkantuk2 mendengar saya berbicara panjang lebar sendirian. Tapi karena dia tersenyum, maka saya yakin dia berbahagia melihat saya memperoleh pencerahan.
“Lalu apa itu mendengarkan rasa hati?” tanya saya lagi
“Suatu ketika Rasulullah SAW melihat sebuah tali diikatkan diantara tiang-tiang mesjid. Beliau menanyakan kegunaan tali tersebut. Ternyata tali itu digunakan untuk menyangga ketika Fatimah shalat malam yang sangat panjang hingga badannya kelelalahan & agar tidak jatuh. Rasul pun menyuruh melepaskan tali tersebut dan menjelaskan bahwa bukan demikian cara beribadah yang benar. Beliau pun menjelaskan bahwa badan manusia pun memiliki hak untuk dijaga kesehatannya.. dalam menjalankan peran2 kita, kadang kita mengabaikan jeritan nurani maupun tubuh yang sudah kelelahan. Pada hakikatnya, perbuatan kita itu justru menentang syariat.. karenanya beristirahatlah ketika badan dan nurani sudah merintih letih. Carilah jalan keluar lain untuk masalah kita tanpa harus mengorbankan kesehatan tubuh kita..”
“Agar tidak berlangganan obat-obatan migraine ya pak?” ujarku tanpa makna..
“Jazakumullah sahabat” kataku penuh syukur “Hanya Allah lah yang dapat membalas kebaikan antum yang tidak ternilai ini”. Dan hari itu tak ada kata-kata selain Alhamdulillah memenuhi hati saya.
Sejak itu saya perlahan-lahan mempraktekkan processed oriented management pada diri sendiri dengan menggunakan Qur’an dan Hadits sebagai pedoman ISO nya.
Sejak itu pula saya rajin membawa nama-nama orang yang saya cintai serta gambar pesawat dalam dompet saya. Untuk mengingatkan bahwa setiap hari saya dapat berbuat apa saja demi menyenangkan Zat Yang Maha Mencintai & selalu pasrah kepada Pilot Yang Maha TInggi yang akan senantiasa menerbangkan hidup saya di dalam pesawat yang terbuat dari sifat Ar-Rahman & Ar-Rahim.
Sampai hari ini, saya masih tetap belajar untuk ikhlas dan pasrah. Namun Alhamdulillah sudah lama berhenti menjadi pelanggan obat-obatan migraine dan sakit kepala.
Wallahualam Bissawab
Wednesday, January 23, 2008
Thursday, December 27, 2007
TAFAKUR TAUHID
Ketika saya membaca “Asyhaduallaa Ilaaha Illallah” pada tahiyat akhir subuh tadi, tiba-tiba saja ada kegelisahan terbesit di hati. Setelah salam, saya pun merenungi makna kalimat tauhid tadi. “Asyhadu” (Saya bersaksi) “Laa” (Tiada) “Illaah” (Sembahan. M. Quraisy Shihab menafsirkannya sebagai kecenderungan hati, atau hal yang mendominasi hati) dan “Illallah” (kecuali Allah).
Tiba-tiba saya merasa begitu bersalah. Karena kalimat pendek yang paling tidak saya baca 9 kali sehari dalam Shalat itu jarang sekali saya jadikan topik untuk tafakur. Padahal kalimat ini adalah batas antara kafir dan muslim, batas antara neraka dan surga.
Ayam berkokok, jam berdentang lima kali dan suara tukang roti lantang menjaja dagangannya. Tapi pikiran dan hati saya terlanjur melayang dalam keasyikan mentafakuri kalimat tauhid ini.
“Asyhadu” (Saya bersaksi). Tiba-tiba saya merasa berada dalam ruang pengadilan. Seorang hakim dengan tegas menanyai seorang saksi “apakah anda menyaksikan bahwa matahari terbit dari timur?”. Sang saksi menjawab mantap “Ya yang mulia, saya menyaksikan kemarin matahari terbit dari timur”. Lalu sang hakim menanyai saksi lain “apakah anda menyaksikan bahwa matahari terbit dari timur?”. Sang saksi ragu-ragu menjawab “saya tidak tahu yang mulia, karena saya tidak tahu mana Timur dan mana Barat”. Tentu saya gelisah melihat pemandangan ini karena ketika saya mengatakan “Saya Bersaksi” dalam kalimat tauhid, maka saya ragu apakah saya memiliki pengetahuan mengenai apa yang saya “saksikan”?. Sudahkah saya tahu siapa Allah? Dimana Ia berada? Apa saja yang Ia berikan pada saya dan alam semesta ini? Pipi saya mulai terasa hangat oleh linangan air mata. Saya ternyata termasuk saksi yang kedua dalam gambaran batin di atas. Saksi yang ragu-ragu.
“Illaah” (Sembahan, kecenderungan hati, yang mendominasi hati). Ruang pengadilan lalu berganti menjadi jam yang teramat besar yang menunjukkan pukul 12 malam. Di tengah jam itu tetera NAMA SAYA dengan huruf-huruf besar. Tiba-tiba jarum jam mulai bergerak cepat. Setiap jarum pendek bergeser, ia meninggalkan tulisan di belakangnya. Jam 1 sampai jam 4:30 meninggalkan tulisan: TIDUR. Jam 4:30-4:45 SOLAT SUBUH. Lalu beragam tulisan mulai tertera di belakang gerak jarum yang melaju hingga kembali pada pukul 12 malam: BACA BUKU AGAMA, BACA KORAN, SARAPAN, BERCENGKERAMA DENGAN KELUARGA, BISNIS, BISNIS, SHOLAT ZUHUR, BISNIS, BISNIS, SHOLAT ASHAR, BISNIS, BISNIS, SHOLAT MAGRIB, BISNIS, SHOLAT ISYA, BERCENGKRAMA DENGAN KELUARGA, dan TIDUR. Saya berhitung dengan cemas. Dalam 24 jam hidup saya ternyata saya hanya sempat mengingat Allah pada saat sholat dan membaca buku agama. Setiap sholat menghabiskan 15 menit sehingga sehari saya sholat 75 menit ditambah 30 menit baca buku 105 menit. Tidak sampai 2 jam. Katakanlah saya juga mengingat Allah di dalam aktifitas sehari-hari sehingga paling tidak 2 jam sehari saya mengigat Allah. Dengan asumsi waktu tidur 8 jam, maka saya hanya mengalokasikan waktu 2/16 jam yang setara dengan 12.5% untuk mengingat Allah. Coba kamu katakana pada saya, wahai sahabatku tercinta, apakah kecenderungan hatiku ada pada Allah? Apakah hal yang mendominasi hatiku adalah Allah?
Lalu apa makna kata-kata “Asyhaduallaa Ilaaha Illallah” yang selama ini terucap dalam sholat saya?
Saya tersungkur menangis dan bersujud memohon ampun pada Yang Maha Pengampun. Ternyata dalam mengucapkan kalimat tauhid pun saya masih membohongi Mu ya Allah. Apa yang saya ucapkan belum sejalan dengan hati maupun tindakan. Saya begitu takut kehilangan nilai amal ibadah saya yang lalu dan terlebih lagi, saya teramat takut kehilangan CInta NYA karena membohongi Sang Kekasih. Ampuni aku Yang Maha Pemurah, Ampuni aku. Cintai aku. Cintai aku.
Saya bangkit dari sujud dan tiba-tiba Allah mengarahkan pandangan saya pada sebuah buku di perpustakaan pribadi saya. Judulnya: MENYINGKAP RAHASIA-RAHASIA DZIKRULLAH karya Syaikh Muhammad Zakariyya Rah.a. sebuah buku yang mengajarkan agar hati kita senantiasa tersambung pada Allah SWT, Sang Kekasih Yang Maha Tinggi, dalam apa pun kegiatan kita. Saya tertunduk bersyukur. Terimakasih Ya Allah, semoga saya mampu merubah tulisan-tulisan di jam besar itu menjadi semata-mata berlafadzkan: ALLAH, ALLAH, ALLAH…
Bintaro, 18 Desember 2007,
Untuk semua orang-orang yang saya cintai karena Allah SWT. Semoga hati kita di hari-hari kedepan, hanya dipenuhi oleh cinta pada Sang Kekasih Abadi.
Mohon doa & Salam,
Tiba-tiba saya merasa begitu bersalah. Karena kalimat pendek yang paling tidak saya baca 9 kali sehari dalam Shalat itu jarang sekali saya jadikan topik untuk tafakur. Padahal kalimat ini adalah batas antara kafir dan muslim, batas antara neraka dan surga.
Ayam berkokok, jam berdentang lima kali dan suara tukang roti lantang menjaja dagangannya. Tapi pikiran dan hati saya terlanjur melayang dalam keasyikan mentafakuri kalimat tauhid ini.
“Asyhadu” (Saya bersaksi). Tiba-tiba saya merasa berada dalam ruang pengadilan. Seorang hakim dengan tegas menanyai seorang saksi “apakah anda menyaksikan bahwa matahari terbit dari timur?”. Sang saksi menjawab mantap “Ya yang mulia, saya menyaksikan kemarin matahari terbit dari timur”. Lalu sang hakim menanyai saksi lain “apakah anda menyaksikan bahwa matahari terbit dari timur?”. Sang saksi ragu-ragu menjawab “saya tidak tahu yang mulia, karena saya tidak tahu mana Timur dan mana Barat”. Tentu saya gelisah melihat pemandangan ini karena ketika saya mengatakan “Saya Bersaksi” dalam kalimat tauhid, maka saya ragu apakah saya memiliki pengetahuan mengenai apa yang saya “saksikan”?. Sudahkah saya tahu siapa Allah? Dimana Ia berada? Apa saja yang Ia berikan pada saya dan alam semesta ini? Pipi saya mulai terasa hangat oleh linangan air mata. Saya ternyata termasuk saksi yang kedua dalam gambaran batin di atas. Saksi yang ragu-ragu.
“Illaah” (Sembahan, kecenderungan hati, yang mendominasi hati). Ruang pengadilan lalu berganti menjadi jam yang teramat besar yang menunjukkan pukul 12 malam. Di tengah jam itu tetera NAMA SAYA dengan huruf-huruf besar. Tiba-tiba jarum jam mulai bergerak cepat. Setiap jarum pendek bergeser, ia meninggalkan tulisan di belakangnya. Jam 1 sampai jam 4:30 meninggalkan tulisan: TIDUR. Jam 4:30-4:45 SOLAT SUBUH. Lalu beragam tulisan mulai tertera di belakang gerak jarum yang melaju hingga kembali pada pukul 12 malam: BACA BUKU AGAMA, BACA KORAN, SARAPAN, BERCENGKERAMA DENGAN KELUARGA, BISNIS, BISNIS, SHOLAT ZUHUR, BISNIS, BISNIS, SHOLAT ASHAR, BISNIS, BISNIS, SHOLAT MAGRIB, BISNIS, SHOLAT ISYA, BERCENGKRAMA DENGAN KELUARGA, dan TIDUR. Saya berhitung dengan cemas. Dalam 24 jam hidup saya ternyata saya hanya sempat mengingat Allah pada saat sholat dan membaca buku agama. Setiap sholat menghabiskan 15 menit sehingga sehari saya sholat 75 menit ditambah 30 menit baca buku 105 menit. Tidak sampai 2 jam. Katakanlah saya juga mengingat Allah di dalam aktifitas sehari-hari sehingga paling tidak 2 jam sehari saya mengigat Allah. Dengan asumsi waktu tidur 8 jam, maka saya hanya mengalokasikan waktu 2/16 jam yang setara dengan 12.5% untuk mengingat Allah. Coba kamu katakana pada saya, wahai sahabatku tercinta, apakah kecenderungan hatiku ada pada Allah? Apakah hal yang mendominasi hatiku adalah Allah?
Lalu apa makna kata-kata “Asyhaduallaa Ilaaha Illallah” yang selama ini terucap dalam sholat saya?
Saya tersungkur menangis dan bersujud memohon ampun pada Yang Maha Pengampun. Ternyata dalam mengucapkan kalimat tauhid pun saya masih membohongi Mu ya Allah. Apa yang saya ucapkan belum sejalan dengan hati maupun tindakan. Saya begitu takut kehilangan nilai amal ibadah saya yang lalu dan terlebih lagi, saya teramat takut kehilangan CInta NYA karena membohongi Sang Kekasih. Ampuni aku Yang Maha Pemurah, Ampuni aku. Cintai aku. Cintai aku.
Saya bangkit dari sujud dan tiba-tiba Allah mengarahkan pandangan saya pada sebuah buku di perpustakaan pribadi saya. Judulnya: MENYINGKAP RAHASIA-RAHASIA DZIKRULLAH karya Syaikh Muhammad Zakariyya Rah.a. sebuah buku yang mengajarkan agar hati kita senantiasa tersambung pada Allah SWT, Sang Kekasih Yang Maha Tinggi, dalam apa pun kegiatan kita. Saya tertunduk bersyukur. Terimakasih Ya Allah, semoga saya mampu merubah tulisan-tulisan di jam besar itu menjadi semata-mata berlafadzkan: ALLAH, ALLAH, ALLAH…
Bintaro, 18 Desember 2007,
Untuk semua orang-orang yang saya cintai karena Allah SWT. Semoga hati kita di hari-hari kedepan, hanya dipenuhi oleh cinta pada Sang Kekasih Abadi.
Mohon doa & Salam,
Tuesday, March 20, 2007
Ijin Cuti
Sahabat semua,
Saya mohon ijin untuk cuti InsyaAllah paling lama sebulan dari kegiatan blogging yang sangat mencerahkan ini. Alasannya klise tapi nyata: kesibukan kuliah & kerja.
Saat ini saya sedang menyusun thesis untuk kuliah saya di Ekonomi Syariah Pasca Sarjana UI, dan saya juga InsyaAllah tengah mempersiapkan lanching produk baru di bisnis saya.
Berhubung sehari cuma 24 jam dan seminggu hanya 7 hari, terpaksa saya absen ngeblog dulu selama sebulan ya.. tapi, kalau tiba-tiba saya kangen berat dan ada sedikit waktu.. jangan ketawain kalau saya sesekali mampir ke blog sahabat semua ya..
Mohon doanya, dan semoga Allah melancarkan segala urusan sahabat semua. I love you all..
Belum-belum kok udah kangen ngeblog ya.. hik hik (lhoo mewek..)
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
Saya mohon ijin untuk cuti InsyaAllah paling lama sebulan dari kegiatan blogging yang sangat mencerahkan ini. Alasannya klise tapi nyata: kesibukan kuliah & kerja.
Saat ini saya sedang menyusun thesis untuk kuliah saya di Ekonomi Syariah Pasca Sarjana UI, dan saya juga InsyaAllah tengah mempersiapkan lanching produk baru di bisnis saya.
Berhubung sehari cuma 24 jam dan seminggu hanya 7 hari, terpaksa saya absen ngeblog dulu selama sebulan ya.. tapi, kalau tiba-tiba saya kangen berat dan ada sedikit waktu.. jangan ketawain kalau saya sesekali mampir ke blog sahabat semua ya..
Mohon doanya, dan semoga Allah melancarkan segala urusan sahabat semua. I love you all..
Belum-belum kok udah kangen ngeblog ya.. hik hik (lhoo mewek..)
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
Thursday, March 8, 2007
Oleh Oleh Java Jazz 2007
Mohon maaf karena kesibukan yang luar biasa, sudah 2 minggu ini saya tidak posting & jarang banget ngeblog. Mudah-mudahan oleh-oleh ini berkenan di hati sahabat semua.
Hari Jumat & Sabtu saya hadir di Java Jazz 2007. Hari Ahad, maksud hati kembali menonton, apa daya badan rasanya remuk (makanya.. rajin olah raga dooong.. gimana siih).. Jadi lah saya absen di hari pamungkas perhelatan jazz terakbar di negeri ini.
Jumat ba’da magrib saya memarkir mobil di TVRI lalu jalan kaki ke JHCC. Firasat saya benar. Antrian kendaraan luar biasa panjangnya sampai-sampai seorang teman memerlukan sejam lebih untuk memperoleh tempat parkir. Alhamdulillah tak sampai 10 menit saya sudah sampai di pintu gerbang JHCC dan disambut oleh ucapan selamat datang khas konser: ”karcis-karcis.. perlu berapa lembar Pak? Kalau ada lebih kita beli deh..”. Dan saya tentu menjawab dengan ucapan standar: “Nggak mas, saya sudah ada tiketnya.. nggak ada lebih kok mas.. permisi..permisi..” sambil meminta jalan untuk lolos dari kerumunan calo.
Baru beberapa detik menghirup udara segar, rombongan penyambut lainnya menghampiri dengan gegap gempita: “Kaosnya Pak..25 ribu satu.. bisa kurang kok.. mau beli berapa..” dan seperti kaset rusak saya terus mengulang-ulang mantra mustajab “Nggak mas, terimakasih..terimakasih.. permisi..permisi..”
Hentakan beat 1/16 berirama cepat dari sebuah band asal Bandung menyambut saya di gerbang utama. Lalu saya pun larut dalam bahasa ritme, nada, tempo dan aksi yang tersaji dari puluhan panggung di JHCC. Dalam perjalanan menikmati bahasa musik ini, tanpa sadar saya membagi bahasa jazz menjadi 2, yaitu: Bahasa Dia dan Bahasa Aku.
Bahasa Dia terdiri dari nada-nada blues, swing, dixie, fusion, latin jazz dan banyak lagi. Benny Mustafa & Oele Patiselano, Maliq & D’Essential, Sergio Mendez, Chaka Khan adalah mereka yang menggunakan Bahasa Dia.
Bahasa Aku terdiri dari nada-nada Bahasa Dia yang sudah diperkaya dengan nada etnis khas Indonesia. Balawan Trio (Bali), Dwiki Dharmawan & Pra Budi Dharma cs (Krakatau), Elfa Secioria adalah diantara mereka yang menggunakan Bahasa Aku.
Namun pembagian ini akhirnya melebur pada satu titik. Keindahan ciptaan Allah. Gending bali, kecak, biola dan hentakan fusion membuat saya bertasbih mengagumi aura cantiknya pantai dan gunung-gunung Indonesia. Lengkingan suara blues Diane Schuur tanpa musik, mengajak saya bertakbir membayangkan indahnya kemerdekaan yang dirasakan budak-budak hitam di sepanjang sungai Mississippi. Alunan saxophone Sadao Watanabe bersama ratusan anak-anak dalam konser khusus Children Are The Future mengundang saya bertahmid dan menangis menyadari manisnya dunia kanak-kanak yang tidak mengenal batas agama, bangsa, dan warna kulit. Indahnya ciptaan Allah. Subhanallah.
Selain menjadi ajang berkomunikasi dengan Allah melalui musik, Java Jazz menjadi tempat silaturahim – tanpa sengaja – dengan begitu banyak sahabat. Dari sahabat jaman SMU, kuliah, teman2 siaran radio di Bandung, dan teman bisnis sampai mahasiswi saya di Universitas BINUS International. Semua saling sapa dengan satu bahasa. Jazz.
Dan yang serunya, Java Jazz ternyata seperti di Hollywood Walk of Fame. Banyak banget selebritis hilir mudik, berjingkrak-jingkrak, dan mengantri demi Jazz. Suasana campur aduk ini ternyata tidak mengenal lagi batas usia. Saya, istri saya dan kedua anak saya semua larut dalam bahasa Jazz. Kami bicara nada dan ritme yang sama, walaupun berbeda generasi. Seru banget deh.
Dari semua penampilan, saya paling menikmati konser Children of The Future nya Sadao Watanabe yang diprakarsai oleh UNICEF. Ada 3 alasan. Pertama, konser ini menyatukan keceriaan anak-anak dari negara, ras, & agama yang berbeda dalam bahasa Jazz dengan pesan tunggal: Perdamaian. Kedua, konser ini menampilkan perkusi dan gamelan tradisional Indonesia yang amat sangat kaya ritme. Ketiga – ini alasan yang agak pribadi hehe.. – anak perempuan saya yang berusia 10 tahun tampil bersama Elfa Music School Choir mengiringi Aki Nabe (panggilan sayang anak-anak Elfa untuk Sadao Watanabe).
Konser ini dibuka oleh penampilan solo saxophone Sadao dengan bandnya yang asli Jepang dengan seluruh peralatan musiknya yang made in Japan. Dan lagu-lagu jazz Sadao adalah tipikal lagu lagu jazz Jepang yang marketable. Yaitu jazz yang enak didengar yang tidak banyak mengambil nada miring. Coba dengar lagu-lagunya Casiopea, Himiko Kikuchi, Akira Jimbo, dll. Mau beat yang kenceng atau slow, nada2nya banyak meramu tuts2 mayor dengan blues. Dan jarang menggunakan tuts mainstream yang sering bikin kuping keriting. Asyik dan mudah menerbitkan selera orang untuk berjingkrak.
Kemudian ratusan anak2 berkaos kuning berlarian ke panggung dan menyanyikan lagu Share The World. Anak2 ini adalah gabungan sekolah-sekolah International dan Elfa Music School. Ada anak Bule, Cina, Jepang, India, dan Indonesia yang menyanyikan lirik campuran berbahasa Jepang dan Inggris. Lucu banget melihat anak Bule, India, dan Indonesia (termasuk Ify anak saya) dengan fasih melantunkan kata-kata: we are the children of the world, to oku no kunikara, ashitano hikariga, to do ku yo, we are the music of the world, kokoroni egako-o, o-o kina o-o kina, go se n shi.
Lalu masuklah puluhan anak-anak dan remaja yang membawa perkusi dari berbagai daerah di Indonesia (termasuk bedug mesjid), gamelan dan perkusi dari Jepang. Mereka adalah murid-murid sekolah internasional, SMU Depok, dan Sekolah Musik Farabi pimpinan Dwiki Dharmawan. Rombongan ini lalu memenuhi udara Plenary Hall dengan hentakan perkusi beritme funky. Ada anak Jepang memukul bedug, remaja bule yang memainkan gendang sunda, anak India yang memainkan drum band. Dan disini saya merinding mendengarkan hentakan rampak kendang dari Sunda yang ternyata sangat kaya ritme. Ketika sedang latihan, Sadao Watanabe sampai terkagum-kagum melihat hentakan dan aksi panggung kelompok rampak kendang ini. Subhanallah, Allah memang menganugerahkan Indonesia dengan kekayaan budaya yang luar biasa.
Setelah itu Elfa Music School Choir menunjukkan kebolehannya menyanyikan lagu-lagu daerah seperti Yamko Rambe Yamko, Bungong Jeumpa, dan Janger. Lagu-lagu yang pernah ditampilkan di Xia Men, Cina yang membawa EMS Choir ini menjadi juara satu lomba Choir sedunia. Lagi-lagi air mata saya menetes karena bangganya dengan kekayaan seni budaya yang diberikan Allah pada kita. Semoga kita mampu menjaga amanah ini.
Saya bersyukur Allah menjadikan saya orang Indonesia..
Saya bersyukur Allah menciptakan jazz..
Saya bersyukur Allah menganugerahkan jazz soul dalam jiwa Ify, anak perempuan saya..
Hari Jumat & Sabtu saya hadir di Java Jazz 2007. Hari Ahad, maksud hati kembali menonton, apa daya badan rasanya remuk (makanya.. rajin olah raga dooong.. gimana siih).. Jadi lah saya absen di hari pamungkas perhelatan jazz terakbar di negeri ini.
Jumat ba’da magrib saya memarkir mobil di TVRI lalu jalan kaki ke JHCC. Firasat saya benar. Antrian kendaraan luar biasa panjangnya sampai-sampai seorang teman memerlukan sejam lebih untuk memperoleh tempat parkir. Alhamdulillah tak sampai 10 menit saya sudah sampai di pintu gerbang JHCC dan disambut oleh ucapan selamat datang khas konser: ”karcis-karcis.. perlu berapa lembar Pak? Kalau ada lebih kita beli deh..”. Dan saya tentu menjawab dengan ucapan standar: “Nggak mas, saya sudah ada tiketnya.. nggak ada lebih kok mas.. permisi..permisi..” sambil meminta jalan untuk lolos dari kerumunan calo.
Baru beberapa detik menghirup udara segar, rombongan penyambut lainnya menghampiri dengan gegap gempita: “Kaosnya Pak..25 ribu satu.. bisa kurang kok.. mau beli berapa..” dan seperti kaset rusak saya terus mengulang-ulang mantra mustajab “Nggak mas, terimakasih..terimakasih.. permisi..permisi..”
Hentakan beat 1/16 berirama cepat dari sebuah band asal Bandung menyambut saya di gerbang utama. Lalu saya pun larut dalam bahasa ritme, nada, tempo dan aksi yang tersaji dari puluhan panggung di JHCC. Dalam perjalanan menikmati bahasa musik ini, tanpa sadar saya membagi bahasa jazz menjadi 2, yaitu: Bahasa Dia dan Bahasa Aku.
Bahasa Dia terdiri dari nada-nada blues, swing, dixie, fusion, latin jazz dan banyak lagi. Benny Mustafa & Oele Patiselano, Maliq & D’Essential, Sergio Mendez, Chaka Khan adalah mereka yang menggunakan Bahasa Dia.
Bahasa Aku terdiri dari nada-nada Bahasa Dia yang sudah diperkaya dengan nada etnis khas Indonesia. Balawan Trio (Bali), Dwiki Dharmawan & Pra Budi Dharma cs (Krakatau), Elfa Secioria adalah diantara mereka yang menggunakan Bahasa Aku.
Namun pembagian ini akhirnya melebur pada satu titik. Keindahan ciptaan Allah. Gending bali, kecak, biola dan hentakan fusion membuat saya bertasbih mengagumi aura cantiknya pantai dan gunung-gunung Indonesia. Lengkingan suara blues Diane Schuur tanpa musik, mengajak saya bertakbir membayangkan indahnya kemerdekaan yang dirasakan budak-budak hitam di sepanjang sungai Mississippi. Alunan saxophone Sadao Watanabe bersama ratusan anak-anak dalam konser khusus Children Are The Future mengundang saya bertahmid dan menangis menyadari manisnya dunia kanak-kanak yang tidak mengenal batas agama, bangsa, dan warna kulit. Indahnya ciptaan Allah. Subhanallah.
Selain menjadi ajang berkomunikasi dengan Allah melalui musik, Java Jazz menjadi tempat silaturahim – tanpa sengaja – dengan begitu banyak sahabat. Dari sahabat jaman SMU, kuliah, teman2 siaran radio di Bandung, dan teman bisnis sampai mahasiswi saya di Universitas BINUS International. Semua saling sapa dengan satu bahasa. Jazz.
Dan yang serunya, Java Jazz ternyata seperti di Hollywood Walk of Fame. Banyak banget selebritis hilir mudik, berjingkrak-jingkrak, dan mengantri demi Jazz. Suasana campur aduk ini ternyata tidak mengenal lagi batas usia. Saya, istri saya dan kedua anak saya semua larut dalam bahasa Jazz. Kami bicara nada dan ritme yang sama, walaupun berbeda generasi. Seru banget deh.
Dari semua penampilan, saya paling menikmati konser Children of The Future nya Sadao Watanabe yang diprakarsai oleh UNICEF. Ada 3 alasan. Pertama, konser ini menyatukan keceriaan anak-anak dari negara, ras, & agama yang berbeda dalam bahasa Jazz dengan pesan tunggal: Perdamaian. Kedua, konser ini menampilkan perkusi dan gamelan tradisional Indonesia yang amat sangat kaya ritme. Ketiga – ini alasan yang agak pribadi hehe.. – anak perempuan saya yang berusia 10 tahun tampil bersama Elfa Music School Choir mengiringi Aki Nabe (panggilan sayang anak-anak Elfa untuk Sadao Watanabe).
Konser ini dibuka oleh penampilan solo saxophone Sadao dengan bandnya yang asli Jepang dengan seluruh peralatan musiknya yang made in Japan. Dan lagu-lagu jazz Sadao adalah tipikal lagu lagu jazz Jepang yang marketable. Yaitu jazz yang enak didengar yang tidak banyak mengambil nada miring. Coba dengar lagu-lagunya Casiopea, Himiko Kikuchi, Akira Jimbo, dll. Mau beat yang kenceng atau slow, nada2nya banyak meramu tuts2 mayor dengan blues. Dan jarang menggunakan tuts mainstream yang sering bikin kuping keriting. Asyik dan mudah menerbitkan selera orang untuk berjingkrak.
Kemudian ratusan anak2 berkaos kuning berlarian ke panggung dan menyanyikan lagu Share The World. Anak2 ini adalah gabungan sekolah-sekolah International dan Elfa Music School. Ada anak Bule, Cina, Jepang, India, dan Indonesia yang menyanyikan lirik campuran berbahasa Jepang dan Inggris. Lucu banget melihat anak Bule, India, dan Indonesia (termasuk Ify anak saya) dengan fasih melantunkan kata-kata: we are the children of the world, to oku no kunikara, ashitano hikariga, to do ku yo, we are the music of the world, kokoroni egako-o, o-o kina o-o kina, go se n shi.
Lalu masuklah puluhan anak-anak dan remaja yang membawa perkusi dari berbagai daerah di Indonesia (termasuk bedug mesjid), gamelan dan perkusi dari Jepang. Mereka adalah murid-murid sekolah internasional, SMU Depok, dan Sekolah Musik Farabi pimpinan Dwiki Dharmawan. Rombongan ini lalu memenuhi udara Plenary Hall dengan hentakan perkusi beritme funky. Ada anak Jepang memukul bedug, remaja bule yang memainkan gendang sunda, anak India yang memainkan drum band. Dan disini saya merinding mendengarkan hentakan rampak kendang dari Sunda yang ternyata sangat kaya ritme. Ketika sedang latihan, Sadao Watanabe sampai terkagum-kagum melihat hentakan dan aksi panggung kelompok rampak kendang ini. Subhanallah, Allah memang menganugerahkan Indonesia dengan kekayaan budaya yang luar biasa.
Setelah itu Elfa Music School Choir menunjukkan kebolehannya menyanyikan lagu-lagu daerah seperti Yamko Rambe Yamko, Bungong Jeumpa, dan Janger. Lagu-lagu yang pernah ditampilkan di Xia Men, Cina yang membawa EMS Choir ini menjadi juara satu lomba Choir sedunia. Lagi-lagi air mata saya menetes karena bangganya dengan kekayaan seni budaya yang diberikan Allah pada kita. Semoga kita mampu menjaga amanah ini.
Saya bersyukur Allah menjadikan saya orang Indonesia..
Saya bersyukur Allah menciptakan jazz..
Saya bersyukur Allah menganugerahkan jazz soul dalam jiwa Ify, anak perempuan saya..
Wednesday, February 21, 2007
Ugh.. Anak Saya Mulai Bertanya Soal Rokok..
Anak lelaki saya berusia 12 dan duduk di kelas 1 SMP. Ia memang penuh dengan kejutan. Pernah tidak masuk 10 besar di kelasnya, namun terpilih mewakili sekolahnya untuk lomba sains antar sekolah. Ulahnya sering membuat ibunya gusar, namun perhatiannya lebih sering meluluhkan hati sang ibu. Dan malam ini, Kaka – demikian kami memanggilnya – mempersembahkan kejutannya yang terbaru.
”Sebelum nyoba, aku mau tanya. Apa sih rasanya merokok?” Kata-kata itu merupakan petir di siang bolong yang mampir ke ponsel istri saya dalam bentuk sms. Dan petir itu malam ini muncul kembali dari mulutnya dan terasa benar menyengat jantung.
Rasanya baru kemarin saya mengantarnya masuk Taman Kanak Kanak dan sibuk menjawab pertanyaan-pertanyaan menyenangkan seperti: pelangi itu merah kuning hijau, kupu-kupu itu berawal dari ulat & kepompong, Tele Tubbies itu terdiri dari Tinky Winky, Dipsy, Lala, & Po dll.
Tapi kelihatannya kami sudah harus mulai mempersiapkan diri untuk menerima pertanyaan-pertanyaan semacam rokok di atas dan sebentar lagi – saya yakin – soal seks dan pacar (saya ternyata belum siap melihat anak saya tumbuh remaja dan berubah..hik..). Akhirnya semalam sebelum tidur dan sesudah shalat Subuh hari ini, kita berdiskusi panjang soal rokok. Man to man.
Ada 3 hal yang kita diskusikan: (1) kenapa orang mulai merokok? (2) apa rasanya rokok? (3) apakah ia boleh merokok?
Topik (1): Kenapa orang mulai merokok? Anak saya tau bahwa saya mantan perokok. Tapi dia baru tau kalau saya memulainya karena lingkungan saya yang perokok. Ayah, paman, tante, sepupu banyak yang merokok. Terlebih lagi teman-teman saya, sehingga saya terbawa dan tak ada yang memberi tahu saya soal bahayanya merokok. Tapi sesungguhnya ini pilihan buruk dan kalau saja saya bisa menggunakan alat Pak Haji Deddy Mizwar di serial TV Lorong Waktu untuk kembali ke masa lalu, saya memilih untuk tidak merokok. Anak saya mengakui bahwa teman-temannya mengajak dia untuk merokok dan dia sedang berpikir untuk melakukannya demi mendapat pengakuan pertemanan. Saya lalu membeberkan data-data mudharat merokok (dibahas di topik 3 di bawah) sebagai ongkos pertemanannya. Karena anak saya tahu betapa terpukulnya saya ketika sahabat saya yang perokok akhirnya meninggal akibat kanker lidah, dia bisa merasakan atmosfir mahalnya ongkos tersebut.
Topik (2): Apa rasanya rokok? Awalnya pahit dan bikin pusing. Ketika SD saya pernah merokok diam-diam bersama adik-adik sepupu di gudang belakang rumah. Akibatnya kita semua pusing dan muntah berjamaah. Tapi rupanya rasa ”bergaya” dan ”solidaritas teman” mengalahkan sunatullah yang ada di tubuh saya. Akhirnya saya pun kecanduan rokok yang dalam batas-batas tertentu memang membuat saraf menjadi rileks. Dan rasa rileks itulah yang akhirnya menutup nalar kita untuk berani melihat bahaya merokok. Aah, yang kena kanker pasti orang lain.. saya pasti tidak akan kena.. demikian nalar saya membuat logika yang tidak nalar. Tapi tetap saja walaupun sudah jadi perokok berat, saya tidak tahan bila merokok di ruang tertutup dan ber AC. Pasti saya langsung menunjukkan gejala kehamilan (pusing, mual, muntah). Jadi memang rasanya tidak selalu nikmat.
Topik (3) apakah anak saya boleh merokok? Kita akhirnya berdiskusi mengenai fikih, statistik, dan pengalaman pribadi. Yusuf Qardhawi dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid 1 menjelaskan bahwa ada 3 jenis pendapat ulama soal rokok. Ada yang mengharamkan, memakruhkan, dan menghalalkan. Yusuf Qardhawi sendiri termasuk mengharamkannya dengan alasan: (a) Memabukkan. Bisa menjadikan pikiran kacau, menghilangkan pertimbangan akalnya, menjadikan nafasnya sesak dan dapat teracuni. Ingat gejala kehamilan di atas? Kayaknya ini yang dimaksud. (b) Menimbulkan mudharat pada badan dan harta. Dimana mudharatnya? Saya sendiri baru 3 tahun terakhir ini berhenti karena banyak teman-teman yang meninggal akibat rokok. Ada yang karena serangan jantung, kanker lidah, dan kanker paru-paru. Belum lagi teman-teman yang masih hidup tapi terserang stroke, mengidap penyakit jantung dan kanker yang juga akibat rokok. Ketika saya menengok almarhum sahabat saya di RS Kanker Dharmais, dokter mengatakan bahwa 80% pasien Dharmais adalah perokok. Data-data yang diumumkan Fakultas Kedokteran Inggris juga cukup mendukung fatwa ini:
[1] setiap tahun 27.500 orang Inggris meninggal karena merokok, dan usia mereka berkisar antara 34-65 tahun
[2] setiap tahun 155.000 orang Inggris akan mati dimana 72% nya diakibatkan oleh penyakit paru-paru sebagai akibat langsung dari kebiasaan merokok.
[3] perokok Inggris kebanyakan meninggal akibat penyakit paru-paru, saluran pernafasan, jantung, tenggorokan, kanker payudara, kanker mulut, serta kanker tenggorokan. Anak-anak yang lahir dari rahim perokok lebih banyak mati karena keguguran.
Secara fikih, saya sendiri mengambil pendapat yang memakruhkan. Artinya saya selalu berusaha sekuat mungkin menjauhi rokok, kecuali ada hal-hal yang lebih mendatangkan manfaat.
Dalam kasus ini saya dihadapan pada pilihan: satu, melarang anak saya merokok dengan resiko dia akan merokok di belakang saya serta cenderung tertutup dengan masalah-masalahnya. Dua, membiarkan dia merokok dengan resiko saya di jauhi dari Cinta Allah karena membiarkan anak saya menjalankan hal-hal yang makruh. Tiga, adakah pilihan ke tiga?
Setelah menimbang-nimbang sejak semalam, saya berijtihad dan membuat pilihan ke tiga yaitu: mengajak anak saya merokok bersama satu kali untuk menghilangkan rasa penasarannya, tapi kemudian melarangnya merokok selama ia masih menjadi tanggungan saya. Tentu saya tidak akan melakukan pendekatan ini untuk hal-hal yang jelas-jelas haram seperti makan babi atau minum alkohol demi memenuhi rasa penasarannya. Namun karena saya menggunakan fatwa makruh untukn rokok, maka saya berani mengambil pendekatan ini. Tapi apa manfaatnya pendekatan ini? Mempertahankan keterbukaan anak saya terhadap orang tuanya. Menurut saya, keterbukaan anak saya itu lebih penting untuk dipertahankan dibanding membiarkan dia penasaran terhadap rokok. Ketika usianya bertambah, akan lebih banyak lagi masalah yang memerlukan keterbukaan dan diskusi antara dia dan orang tuanya. Saya tidak ingin mematikan semangat keterbukaan dan kejujurannya ini.
Dalam mengambil langkah di atas, saya mengambil kaidah fikih yang dijelaskan oleh Yusuf Qordhowi dalam buku Fiqh Prioritas:
Saya menganggap bahwa merokok sekali sebagai kerusakan kecil atau sementara. Sedangkan keterbukaan merupakan maslahat yang lebih besar dan sifatnya berkesinambungan. Mudah-mudahan tidak salah. Bila salah, hanya pada Allah lah saya minta ampun.
Ketika saya menawarkan mencoba merokok bersama, anak saya terheran heran. Dia tidak mengira bahwa saya akan keluar dengan tawaran tersebut. Namun diluar dugaan, dia malah berkata bahwa dia akan mikir-mikir dulu karena setelah berdiskusi ternyata dia kehilangan selera juga untuk memulai merokok. Alhamdulillah. Jadi cerita ini belum tamat dan masih akan bersambung ke episode berikutnya (kalau ada! Mudah-mudahan nggak. Haha).
Saya sendiri tidak yakin apakah pendekatan ini adalah cara terbaik. Namun pengetahuan dan pengalaman saya yang penuh kekurangan ini hanya mampu menghasilkan ijtihad di atas. Bila sahabat-sahabat yang membaca tulisan ini punya saran lain, saya akan sangat berterimakasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kita semua. Amien.
Ucapan terimakasih atas kunjungan dan komentarnya: Azhar; Landy; Ibnu; Nila; Erika; Yoki; Ismansyah; Edwards; Wiku; Wawan; Muhamad Abduh; Phie; Irma Citarayani; N; Akbarsusamto; Andika Dwijatmiko; Anton; Yunis; Arman; cc-line.
Wallahualam Bissawab.
”Sebelum nyoba, aku mau tanya. Apa sih rasanya merokok?” Kata-kata itu merupakan petir di siang bolong yang mampir ke ponsel istri saya dalam bentuk sms. Dan petir itu malam ini muncul kembali dari mulutnya dan terasa benar menyengat jantung.
Rasanya baru kemarin saya mengantarnya masuk Taman Kanak Kanak dan sibuk menjawab pertanyaan-pertanyaan menyenangkan seperti: pelangi itu merah kuning hijau, kupu-kupu itu berawal dari ulat & kepompong, Tele Tubbies itu terdiri dari Tinky Winky, Dipsy, Lala, & Po dll.
Tapi kelihatannya kami sudah harus mulai mempersiapkan diri untuk menerima pertanyaan-pertanyaan semacam rokok di atas dan sebentar lagi – saya yakin – soal seks dan pacar (saya ternyata belum siap melihat anak saya tumbuh remaja dan berubah..hik..). Akhirnya semalam sebelum tidur dan sesudah shalat Subuh hari ini, kita berdiskusi panjang soal rokok. Man to man.
Ada 3 hal yang kita diskusikan: (1) kenapa orang mulai merokok? (2) apa rasanya rokok? (3) apakah ia boleh merokok?
Topik (1): Kenapa orang mulai merokok? Anak saya tau bahwa saya mantan perokok. Tapi dia baru tau kalau saya memulainya karena lingkungan saya yang perokok. Ayah, paman, tante, sepupu banyak yang merokok. Terlebih lagi teman-teman saya, sehingga saya terbawa dan tak ada yang memberi tahu saya soal bahayanya merokok. Tapi sesungguhnya ini pilihan buruk dan kalau saja saya bisa menggunakan alat Pak Haji Deddy Mizwar di serial TV Lorong Waktu untuk kembali ke masa lalu, saya memilih untuk tidak merokok. Anak saya mengakui bahwa teman-temannya mengajak dia untuk merokok dan dia sedang berpikir untuk melakukannya demi mendapat pengakuan pertemanan. Saya lalu membeberkan data-data mudharat merokok (dibahas di topik 3 di bawah) sebagai ongkos pertemanannya. Karena anak saya tahu betapa terpukulnya saya ketika sahabat saya yang perokok akhirnya meninggal akibat kanker lidah, dia bisa merasakan atmosfir mahalnya ongkos tersebut.
Topik (2): Apa rasanya rokok? Awalnya pahit dan bikin pusing. Ketika SD saya pernah merokok diam-diam bersama adik-adik sepupu di gudang belakang rumah. Akibatnya kita semua pusing dan muntah berjamaah. Tapi rupanya rasa ”bergaya” dan ”solidaritas teman” mengalahkan sunatullah yang ada di tubuh saya. Akhirnya saya pun kecanduan rokok yang dalam batas-batas tertentu memang membuat saraf menjadi rileks. Dan rasa rileks itulah yang akhirnya menutup nalar kita untuk berani melihat bahaya merokok. Aah, yang kena kanker pasti orang lain.. saya pasti tidak akan kena.. demikian nalar saya membuat logika yang tidak nalar. Tapi tetap saja walaupun sudah jadi perokok berat, saya tidak tahan bila merokok di ruang tertutup dan ber AC. Pasti saya langsung menunjukkan gejala kehamilan (pusing, mual, muntah). Jadi memang rasanya tidak selalu nikmat.
Topik (3) apakah anak saya boleh merokok? Kita akhirnya berdiskusi mengenai fikih, statistik, dan pengalaman pribadi. Yusuf Qardhawi dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid 1 menjelaskan bahwa ada 3 jenis pendapat ulama soal rokok. Ada yang mengharamkan, memakruhkan, dan menghalalkan. Yusuf Qardhawi sendiri termasuk mengharamkannya dengan alasan: (a) Memabukkan. Bisa menjadikan pikiran kacau, menghilangkan pertimbangan akalnya, menjadikan nafasnya sesak dan dapat teracuni. Ingat gejala kehamilan di atas? Kayaknya ini yang dimaksud. (b) Menimbulkan mudharat pada badan dan harta. Dimana mudharatnya? Saya sendiri baru 3 tahun terakhir ini berhenti karena banyak teman-teman yang meninggal akibat rokok. Ada yang karena serangan jantung, kanker lidah, dan kanker paru-paru. Belum lagi teman-teman yang masih hidup tapi terserang stroke, mengidap penyakit jantung dan kanker yang juga akibat rokok. Ketika saya menengok almarhum sahabat saya di RS Kanker Dharmais, dokter mengatakan bahwa 80% pasien Dharmais adalah perokok. Data-data yang diumumkan Fakultas Kedokteran Inggris juga cukup mendukung fatwa ini:
[1] setiap tahun 27.500 orang Inggris meninggal karena merokok, dan usia mereka berkisar antara 34-65 tahun
[2] setiap tahun 155.000 orang Inggris akan mati dimana 72% nya diakibatkan oleh penyakit paru-paru sebagai akibat langsung dari kebiasaan merokok.
[3] perokok Inggris kebanyakan meninggal akibat penyakit paru-paru, saluran pernafasan, jantung, tenggorokan, kanker payudara, kanker mulut, serta kanker tenggorokan. Anak-anak yang lahir dari rahim perokok lebih banyak mati karena keguguran.
Secara fikih, saya sendiri mengambil pendapat yang memakruhkan. Artinya saya selalu berusaha sekuat mungkin menjauhi rokok, kecuali ada hal-hal yang lebih mendatangkan manfaat.
Dalam kasus ini saya dihadapan pada pilihan: satu, melarang anak saya merokok dengan resiko dia akan merokok di belakang saya serta cenderung tertutup dengan masalah-masalahnya. Dua, membiarkan dia merokok dengan resiko saya di jauhi dari Cinta Allah karena membiarkan anak saya menjalankan hal-hal yang makruh. Tiga, adakah pilihan ke tiga?
Setelah menimbang-nimbang sejak semalam, saya berijtihad dan membuat pilihan ke tiga yaitu: mengajak anak saya merokok bersama satu kali untuk menghilangkan rasa penasarannya, tapi kemudian melarangnya merokok selama ia masih menjadi tanggungan saya. Tentu saya tidak akan melakukan pendekatan ini untuk hal-hal yang jelas-jelas haram seperti makan babi atau minum alkohol demi memenuhi rasa penasarannya. Namun karena saya menggunakan fatwa makruh untukn rokok, maka saya berani mengambil pendekatan ini. Tapi apa manfaatnya pendekatan ini? Mempertahankan keterbukaan anak saya terhadap orang tuanya. Menurut saya, keterbukaan anak saya itu lebih penting untuk dipertahankan dibanding membiarkan dia penasaran terhadap rokok. Ketika usianya bertambah, akan lebih banyak lagi masalah yang memerlukan keterbukaan dan diskusi antara dia dan orang tuanya. Saya tidak ingin mematikan semangat keterbukaan dan kejujurannya ini.
Dalam mengambil langkah di atas, saya mengambil kaidah fikih yang dijelaskan oleh Yusuf Qordhowi dalam buku Fiqh Prioritas:
"Kerusakan yang kecil diampuni untuk memperoleh kemaslahatan yang lebih besar".
"Kerusakan yang bersifat sementara diampuni demi kemaslahatan yang sifatnya berkesinambungan".
Saya menganggap bahwa merokok sekali sebagai kerusakan kecil atau sementara. Sedangkan keterbukaan merupakan maslahat yang lebih besar dan sifatnya berkesinambungan. Mudah-mudahan tidak salah. Bila salah, hanya pada Allah lah saya minta ampun.
Ketika saya menawarkan mencoba merokok bersama, anak saya terheran heran. Dia tidak mengira bahwa saya akan keluar dengan tawaran tersebut. Namun diluar dugaan, dia malah berkata bahwa dia akan mikir-mikir dulu karena setelah berdiskusi ternyata dia kehilangan selera juga untuk memulai merokok. Alhamdulillah. Jadi cerita ini belum tamat dan masih akan bersambung ke episode berikutnya (kalau ada! Mudah-mudahan nggak. Haha).
Saya sendiri tidak yakin apakah pendekatan ini adalah cara terbaik. Namun pengetahuan dan pengalaman saya yang penuh kekurangan ini hanya mampu menghasilkan ijtihad di atas. Bila sahabat-sahabat yang membaca tulisan ini punya saran lain, saya akan sangat berterimakasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kita semua. Amien.
Ucapan terimakasih atas kunjungan dan komentarnya: Azhar; Landy; Ibnu; Nila; Erika; Yoki; Ismansyah; Edwards; Wiku; Wawan; Muhamad Abduh; Phie; Irma Citarayani; N; Akbarsusamto; Andika Dwijatmiko; Anton; Yunis; Arman; cc-line.
Wallahualam Bissawab.
Saturday, February 17, 2007
Usul untuk ICMI
Setelah merenungi tulisan Adiwarman Karim (posting sebelum ini) mengenai bagaimana sejarah membuktikan ilmuwan klasik Islam merupakan penemu atau peletak dasar semua bidang ilmu, kayaknya ada deh yang bisa dilakukan untuk mengangkat kembali kenyataan yang sebenarnya pada dunia.
Kita memiliki organisasi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Organisasi ini bisa berkolaborasi dengan organisasi-organisasi lain di dunia untuk membuat penghargaan semacam nobel untuk achievement bidang-bidang ilmu pengetahuan dengan menggunakan nama-nama ilmuwan klasik Islam sebagai nama penghargaannya. Misalnya: Penghargaan Khawarizmi untuk bidang Astronomi & Matematika, Penghargaan Ibnu Sina untuk bidang kedokteran, Penghargaan Jabir Ibnu Hayyan untuk bidang Kimia, Penghargaan Muhammad Al Biruni untuk bidang Fisika, dll.
Ruang lingkupnya tentu saja dunia, sehingga ilmuwan non muslim bisa memenangkan penghargaan ini. Keuntungannya adalah: (1) ilmuwan & dunia non muslim bisa memahami bahwa ilmu pengetahuan hari ini tidak akan ada tanpa Islam dan ilmuwannya (2) Ilmuwan Islam akan terpacu untuk lebih berprestasi agar dapat meraih penghargaan tersebut karena bisa diduga di awal-awal penghargaan pasti didominasi oleh ilmuwan non muslim.
Ini cuma ide sekilas, dan bisa dirubah maupun diperkaya lagi oleh ICMI.. atau siapapun yang tertarik memulainya.. atau siapapun yang membaca blog ini.. (hehe..hampir lupa). Yang penting ke-2 tujuan di atas tercapai.
InsyaAllah ide ini bisa diterima & dijalankan dan menjadi barokah bagi kita semua.
Sebagai referensi, dibawah ini adalah beberapa nama-nama ilmuwan Islam yang saya kutip sebagian dari buku Cahaya Islam: Ilmuwan Muslim Dunia Sejak Ibnu Sina Hingga BJ Habibie karya Hery Sucipto:
- Ibnu Musa Al Khawarizmi (770-840 M): Astronom, Penemu Algoritma dan Aljabar
- Muhammad bin Zakaria Ar-Razi (846-925 M): Perintis Kedokteran Modern
- Al Mawardi (975 M): Pencetus Teori Politik Islam
- Ibnu Haitsam (965 M): Penemu Teori Penglihatan (Teori optik)
- Ibnu Khaldun (1332 M): Bapak Ilmu Sosiologi Politik
- Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan (1321 M): Penemu Ilmu Kimia
- Muhammad Al Biruni (973 M): Penemu Gaya Gravitasi
- Ibnu Sina (981 M): Bapak Kedokteran Modern
- Al Kindi (809 M): Merangkum Beragam Pengetahuan (Astronomi, Meteorologi, Pengobatan, Geometri, ilmu hitung, ilmu logika)
- Ibnu Majid (Abad 15 M): Penemu Kompas dan Navigator
- Ibnu Nafis (1210 M): Dokter Penemu Peredaran Darah
- Al Battani (858 M): Ahli Astronomi yang Mendunia.
- Abu Marwan Abdu Al-Malik Ibn Zuhr (1091): Bapak Parasitologi, Pelopor Tracheotomy
- Abdus Salam: Peraih Nobel Fisika 1979
Ucapan terimakasih atas kunjungan dan komentarnya: Bang Insa; Nila Obsidian; cc-line
Wallahualam Bissawab
Kita memiliki organisasi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Organisasi ini bisa berkolaborasi dengan organisasi-organisasi lain di dunia untuk membuat penghargaan semacam nobel untuk achievement bidang-bidang ilmu pengetahuan dengan menggunakan nama-nama ilmuwan klasik Islam sebagai nama penghargaannya. Misalnya: Penghargaan Khawarizmi untuk bidang Astronomi & Matematika, Penghargaan Ibnu Sina untuk bidang kedokteran, Penghargaan Jabir Ibnu Hayyan untuk bidang Kimia, Penghargaan Muhammad Al Biruni untuk bidang Fisika, dll.
Ruang lingkupnya tentu saja dunia, sehingga ilmuwan non muslim bisa memenangkan penghargaan ini. Keuntungannya adalah: (1) ilmuwan & dunia non muslim bisa memahami bahwa ilmu pengetahuan hari ini tidak akan ada tanpa Islam dan ilmuwannya (2) Ilmuwan Islam akan terpacu untuk lebih berprestasi agar dapat meraih penghargaan tersebut karena bisa diduga di awal-awal penghargaan pasti didominasi oleh ilmuwan non muslim.
Ini cuma ide sekilas, dan bisa dirubah maupun diperkaya lagi oleh ICMI.. atau siapapun yang tertarik memulainya.. atau siapapun yang membaca blog ini.. (hehe..hampir lupa). Yang penting ke-2 tujuan di atas tercapai.
InsyaAllah ide ini bisa diterima & dijalankan dan menjadi barokah bagi kita semua.
Sebagai referensi, dibawah ini adalah beberapa nama-nama ilmuwan Islam yang saya kutip sebagian dari buku Cahaya Islam: Ilmuwan Muslim Dunia Sejak Ibnu Sina Hingga BJ Habibie karya Hery Sucipto:
- Ibnu Musa Al Khawarizmi (770-840 M): Astronom, Penemu Algoritma dan Aljabar
- Muhammad bin Zakaria Ar-Razi (846-925 M): Perintis Kedokteran Modern
- Al Mawardi (975 M): Pencetus Teori Politik Islam
- Ibnu Haitsam (965 M): Penemu Teori Penglihatan (Teori optik)
- Ibnu Khaldun (1332 M): Bapak Ilmu Sosiologi Politik
- Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan (1321 M): Penemu Ilmu Kimia
- Muhammad Al Biruni (973 M): Penemu Gaya Gravitasi
- Ibnu Sina (981 M): Bapak Kedokteran Modern
- Al Kindi (809 M): Merangkum Beragam Pengetahuan (Astronomi, Meteorologi, Pengobatan, Geometri, ilmu hitung, ilmu logika)
- Ibnu Majid (Abad 15 M): Penemu Kompas dan Navigator
- Ibnu Nafis (1210 M): Dokter Penemu Peredaran Darah
- Al Battani (858 M): Ahli Astronomi yang Mendunia.
- Abu Marwan Abdu Al-Malik Ibn Zuhr (1091): Bapak Parasitologi, Pelopor Tracheotomy
- Abdus Salam: Peraih Nobel Fisika 1979
Ucapan terimakasih atas kunjungan dan komentarnya: Bang Insa; Nila Obsidian; cc-line
Wallahualam Bissawab
Ekonomi Islam dalam Teori Ekonomi Modern
Barat adalah kiblat ilmu pengetahuan dari kebanyakan kita, termasuk para ilmuwan muslim. Tapi tahukah kita, di awal perkembangannya, ternyata banyak ilmuwan Barat yang terinspirasi (baca: mencontek) dari penemuan ilmuwan muslim klasik? Di bawah ini adalah tulisan Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A, M.A.E.P seorang tokoh ekonomi Islam terkemuka Indonesia berjudul: Ekonomi Islam dalam Teori Ekonomi Modern yang saya ketik ulang dari buku beliau: Ekonomi Islam Suatu Kajian Kotemporer. InsyaAllah tulisan Bang Adi ini bisa membakar semangat kita untuk kembali membangkitkan tradisi keilmuan Islam di bidang apa pun seperti ekonomi, kedokteran, perfilman, teknologi, maupun bidang-bidang lainnya. Amin Ya Rabbalalamin.
Teori ekonomi Islam sebenarnya bukan ilmu baru atau sesuatu yang diturunkan secara mendasar dari teori ekonomi yang ada sekarang. Sejarah membuktikan para pemikir Islam merupakan penemu atau peletak dasar semua bidang ilmu. Berikut ulasan bagaimana peranan ekonomi Islam dalam teori ekonomi modern.
Para ekonom muslim sendiri mengakui, mereka banyak membaca dan dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Aristoteles (367-322 SM) sebagai filsuf yang banyak menulis masalah ekonomi. Namun, mereka tetap menjadikan Qur’an dan hadits sebagai rujukan utama dalam menulis teori-teori ekonomi Islam.
Schumperter menyebut dua kontribusi ekonom Scholastic, yaitu: (1) penemuan kembali tulisan-tulisan Aristoteles dan (2) towering achievement St. Thomas Aquinas. Schumperter hanya menulis tiga baris dalam catatan kakinya nama Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dalam kaitan proses transmisi pemikiran Aristoteles kepada St. Thomas.
Pemikiran ekonomi St. Thomas sendiri banyak yang bertentangan dengan dogma-dogma gereja sehingga para sejarawan menduga St. Thomas mencuri ide-ide itu dari para ekonom Islam. Adapun proses pencurian terjadi dalam berbagai bentuk.
Pada abad ke-11 dan ke-12, sejumlah pemikir Barat seperti Constantine the African, Adelard of Bath melakukan perjalanan ke Timur Tengah. Mereka belajar bahasa Arab dan melakukan studi serta membawa ilmu-ilmu baru ke Eropa. Contohnya, Leonardo Fibonacci atau Leonardo of Pisa belajar di Bougie, Aljazair pada abad ke-12. Ia juga belajar aritmatika dan matematika Al-Kawarizmi dan sekembalinya dari sana ia menulis buku Liber Abaci pada 1202.
Raymond Lily (1223-1215) yang telah melakukan perjalanan ke negara-negara Arab mendirikan 5 universitas yang mengajarkan bahasa Arab sehingga banyak yang kemudian menerjemahkan karya-karya ekonom Islam. Di antara penerjemah tersebut adalah Adelard of Bath, Constantine the African, Michael Scol, Herman The German, Dominic Gundislvi, John of Serville, Plato of Tivoli, William of Luna, Robert Chester, Gerard of Cremona, Theodorus of Antioch, Alfred of Sareshel, Berenger of Valencia, dan Mathew of Aquasparta.
Sementara itu, di antara para penerjemah Yahudi adalah Jacob of Anatolio, Jacob ben Macher Ibn Tibbon, Kalanymus ben Kalonymus, Moses ben Solomon of Solon, Shem-Tob ben Isaac of Tortosa, Salomon Ibnu Ayyub, Todros Todrosi, Zerahiah Gracian, Faraj Ben Salim, dan Yaqub ben Abbon Marie.
Adapun karya-karya ekonom muslim yang diterjemahkan adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusd, Al-Khawarizmi, Ibnu Haitham, Ibnu Hazm, Jabir Ibnu Hayyan, Ibnu Bajja, Ar-Razi.
Beberapa institusi ekonomi yang ditiru oleh Barat dari dunia Islam antara lain syirkah (serikat dagang), suftaja (bills of exchange), hiwala (letters of credit), dar-ut Tiraz (pabrik yang didirikan dan dijalankan oleh negara) di Spanyol, Sicilia, Palermo, dan ma’una (sejenis private bank) dikenal di Barat sebagai Maona.
Beberapa pemikiran ekonomi Islam yang dicuri tanpa pernah disebut sumber kutipannya antara lain:
[1] Teori Pareto Optimum diambil dari kitab Nahjul Balaghah Imam Ali.
[2] Bar Hebrareus, pendeta Syriac Jacobite Church menyalin beberapa bab Ihya Ulumuddin Al-Ghazali.
[3] Gresham Law dan Oresme Treatise diambil dari kitab Ibnu Taimiyah.
[4] Pendeta Gereja Spanyol Ordo Dominican Raymond Martini menyalin banyak bab dari Tahafut al-Falasifa, Maqasid al-Falasifa, al-Munqid, Mishkat al-anwar, dan Ihya-nya Al-Ghazali.
[5] St. Thomas menyalin banyak bab dari Al-Farabi (St. Thomas yang belajar di Ordo Dominican mempelajari ide-ide Al-Ghazali dari Bar Hebraeus dan Martini).
[6] Bapak Ekonomi Barat, Adam Smith (1776 M), dengan bukunya The Wealth of Nation diduga banyak mendapat inspirasi dari buku Al-Amwal nya Abu Ubaid (838 M) yang dalam bahasa Inggrisnya adalah persis judul bukunya Adam Smith, The Wealth.
Banyak dari teori-teori ekonomi modern yang merupakan hasil curian dari pemikiran ekonomi Islam. Oleh karena itu, sikap umat Islam terhadap ilmu-ilmu dari Barat, termasuk ilme ekonomi, adalah la tukadzibuhu jamii’a wala tushahibuhu jamii’a. Maka ekonom Islam tidak perlu terkesima dengan teori-teori ekonomi Barat. Ekonom Islam perlu mempunyai akses terhadap kitab-kitab klasik Islam. Fuqaha (Ahli Fikih) Islam perlu mempelajari akan teori-teori ekonomi modern agar dapat menerjemahkan kondisi ekonomi modern dalam bahasa kitab klasik Islam.
Tulisan Bang Adi di atas memang hanya menyoroti pencurian ilmu pengetahuan di bidang ekonomi. Namun karena ilmuwan Islam klasik memiliki spektrum ilmu yang luas – dari kedokteran, astronomi, sosiologi, matematik sampai optik – maka saya takkan heran bila skala pencurian Ilmuwan Barat dari karya-karya pemikir Islam ternyata jauh lebih besar lagi.
Ucapan terimakasih atas kunjungan dan komentarnya: Rudi Kiswanto; Arman; Ibnu; Andika Dj.
Wallahualam Bissawab.
Teori ekonomi Islam sebenarnya bukan ilmu baru atau sesuatu yang diturunkan secara mendasar dari teori ekonomi yang ada sekarang. Sejarah membuktikan para pemikir Islam merupakan penemu atau peletak dasar semua bidang ilmu. Berikut ulasan bagaimana peranan ekonomi Islam dalam teori ekonomi modern.
Para ekonom muslim sendiri mengakui, mereka banyak membaca dan dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Aristoteles (367-322 SM) sebagai filsuf yang banyak menulis masalah ekonomi. Namun, mereka tetap menjadikan Qur’an dan hadits sebagai rujukan utama dalam menulis teori-teori ekonomi Islam.
Schumperter menyebut dua kontribusi ekonom Scholastic, yaitu: (1) penemuan kembali tulisan-tulisan Aristoteles dan (2) towering achievement St. Thomas Aquinas. Schumperter hanya menulis tiga baris dalam catatan kakinya nama Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dalam kaitan proses transmisi pemikiran Aristoteles kepada St. Thomas.
Pemikiran ekonomi St. Thomas sendiri banyak yang bertentangan dengan dogma-dogma gereja sehingga para sejarawan menduga St. Thomas mencuri ide-ide itu dari para ekonom Islam. Adapun proses pencurian terjadi dalam berbagai bentuk.
Pada abad ke-11 dan ke-12, sejumlah pemikir Barat seperti Constantine the African, Adelard of Bath melakukan perjalanan ke Timur Tengah. Mereka belajar bahasa Arab dan melakukan studi serta membawa ilmu-ilmu baru ke Eropa. Contohnya, Leonardo Fibonacci atau Leonardo of Pisa belajar di Bougie, Aljazair pada abad ke-12. Ia juga belajar aritmatika dan matematika Al-Kawarizmi dan sekembalinya dari sana ia menulis buku Liber Abaci pada 1202.
Raymond Lily (1223-1215) yang telah melakukan perjalanan ke negara-negara Arab mendirikan 5 universitas yang mengajarkan bahasa Arab sehingga banyak yang kemudian menerjemahkan karya-karya ekonom Islam. Di antara penerjemah tersebut adalah Adelard of Bath, Constantine the African, Michael Scol, Herman The German, Dominic Gundislvi, John of Serville, Plato of Tivoli, William of Luna, Robert Chester, Gerard of Cremona, Theodorus of Antioch, Alfred of Sareshel, Berenger of Valencia, dan Mathew of Aquasparta.
Sementara itu, di antara para penerjemah Yahudi adalah Jacob of Anatolio, Jacob ben Macher Ibn Tibbon, Kalanymus ben Kalonymus, Moses ben Solomon of Solon, Shem-Tob ben Isaac of Tortosa, Salomon Ibnu Ayyub, Todros Todrosi, Zerahiah Gracian, Faraj Ben Salim, dan Yaqub ben Abbon Marie.
Adapun karya-karya ekonom muslim yang diterjemahkan adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusd, Al-Khawarizmi, Ibnu Haitham, Ibnu Hazm, Jabir Ibnu Hayyan, Ibnu Bajja, Ar-Razi.
Beberapa institusi ekonomi yang ditiru oleh Barat dari dunia Islam antara lain syirkah (serikat dagang), suftaja (bills of exchange), hiwala (letters of credit), dar-ut Tiraz (pabrik yang didirikan dan dijalankan oleh negara) di Spanyol, Sicilia, Palermo, dan ma’una (sejenis private bank) dikenal di Barat sebagai Maona.
Beberapa pemikiran ekonomi Islam yang dicuri tanpa pernah disebut sumber kutipannya antara lain:
[1] Teori Pareto Optimum diambil dari kitab Nahjul Balaghah Imam Ali.
[2] Bar Hebrareus, pendeta Syriac Jacobite Church menyalin beberapa bab Ihya Ulumuddin Al-Ghazali.
[3] Gresham Law dan Oresme Treatise diambil dari kitab Ibnu Taimiyah.
[4] Pendeta Gereja Spanyol Ordo Dominican Raymond Martini menyalin banyak bab dari Tahafut al-Falasifa, Maqasid al-Falasifa, al-Munqid, Mishkat al-anwar, dan Ihya-nya Al-Ghazali.
[5] St. Thomas menyalin banyak bab dari Al-Farabi (St. Thomas yang belajar di Ordo Dominican mempelajari ide-ide Al-Ghazali dari Bar Hebraeus dan Martini).
[6] Bapak Ekonomi Barat, Adam Smith (1776 M), dengan bukunya The Wealth of Nation diduga banyak mendapat inspirasi dari buku Al-Amwal nya Abu Ubaid (838 M) yang dalam bahasa Inggrisnya adalah persis judul bukunya Adam Smith, The Wealth.
Banyak dari teori-teori ekonomi modern yang merupakan hasil curian dari pemikiran ekonomi Islam. Oleh karena itu, sikap umat Islam terhadap ilmu-ilmu dari Barat, termasuk ilme ekonomi, adalah la tukadzibuhu jamii’a wala tushahibuhu jamii’a. Maka ekonom Islam tidak perlu terkesima dengan teori-teori ekonomi Barat. Ekonom Islam perlu mempunyai akses terhadap kitab-kitab klasik Islam. Fuqaha (Ahli Fikih) Islam perlu mempelajari akan teori-teori ekonomi modern agar dapat menerjemahkan kondisi ekonomi modern dalam bahasa kitab klasik Islam.
Tulisan Bang Adi di atas memang hanya menyoroti pencurian ilmu pengetahuan di bidang ekonomi. Namun karena ilmuwan Islam klasik memiliki spektrum ilmu yang luas – dari kedokteran, astronomi, sosiologi, matematik sampai optik – maka saya takkan heran bila skala pencurian Ilmuwan Barat dari karya-karya pemikir Islam ternyata jauh lebih besar lagi.
Ucapan terimakasih atas kunjungan dan komentarnya: Rudi Kiswanto; Arman; Ibnu; Andika Dj.
Wallahualam Bissawab.
Subscribe to:
Posts (Atom)