“Anjing lo semua!!” demikian Bonie – pentolan band rock The Bandits -- menyapa penonton setelah terlambat 1 jam gara-gara ngedrugs dulu. Penonton pun berteriak senang. Tapi Bonie malah pingsan karena OD dan konser pun rusuh dan menyebabkan band yang nyaris masuk dapur rekaman ini bubar. Darius Sinatrya yang biasanya tampil kelimis bisa tampil super macho dengan tato disertai rambut dan bulu ketek gondrong ketika berperan sebagai Bonie. Sumpah, belum pernah saya melihat Darius tampil sekarismatik itu.
Synopsis nya tidak usah saya ceritakan lagi ya? Namun secara keseluruhan alur ceritanya mengasyikkan. Kisah rocker banget lah. Penuh dengan makian ”Tai” ”Anjing” ”Bencong” yang walaupun awalnya terasa over dosis, tapi tertutup oleh alur ceritanya yang seru, super kocak dan lagu-lagu yang gue bangeeet (beli CD nya kayaknya wajib deh). Keorisinilan cerita justru terlihat dengan diciptakannya pasangan homo yang mirip Krisdayanti dan Anang. Mirip abis. Dan si Krisdayanti berjakun ini ternyata merupakan pemain bass band The Bandits yang paling ganteng. Ide lain yang nyeleneh tapi kreatif adalah alat ciptaan Gendro berupa penjepit (maaf) buah zakar alias biji sebagai alat untuk menciptakan lengkingan suara rocker bagi siapa saja yang dijepit bijinya. Haha gila banget idenya. Penggalian karakternya (untuk beberapa tokoh) juga lumayan detail.
Walau alurnya mengasyikkan, ada beberapa hal yang bisa jadi catatan penulis skenario. Pertama, saya agak bingung dengan tokoh Soljah, sang keyboardist. Dia digambarkan tinggal di daerah pecinan dan hobi menonton film mandarin sehingga saya berasumsi dia adalah rocker beretnis Cina. Tapi begitu nongol, laaah kok mukanya Arab banget? Gak penting sih.. tapi cukup mengganggu saya yang terus menerus berusaha menebak background si Soljah karena tokoh-tokoh band The Bandits lainnya seperti Damon (Tora Sudiro), Gendro (Indra Birowo), dan Bule (Gary Iskak) cukup tergali latar belakangnya. Jadi wajar dong kalau saya berharap kisah latar belakang Soljah mendapat porsi yang sama dengan anggota band lainnya. Kedua, di tengah cerita, dialognya terlalu bertele-tele sehingga terasa membosankan. Harusnya informasi yang sama bisa disampaikan melalui visual ataupun musik. Ketiga, endingnya biasa saja dan kurang menggigit. Sepanjang film, penonton disodori bagaimana susahnya menyatukan sebuah band dan juga disuguhi problematika yang dihadapi masing-masing personilnya. Tentunya penonton berekspektasi untuk melihat hasil yang hebat di akhir cerita sehingga ketika keluar bioskop penonton bisa bernapas lega dan membatin ”setelah kesulitan-kesulitan yang dihadapi mereka, akhirnya berhasil juga mereka menjadi sebuah band yang sukses..”. memang di akhir cerita, ada juga nuansa happy endingnya. Gendro kembali akur dengan istrinya yang galak. Bule kembali akur dengan ”Mas Anang” nya. Asti (Rianti Cartwright) jadian dengan Damon. Soljah berusaha menurunkan berat badannya walaupun diawal tidak terlalu dieksplore bahwa overweight merupakan problemnya Soljah (Betul, dia ditertawakan teman-temannya karena sekarang jadi melar. Tapi Soljah tidak pernah mengeluh soal ini). Band mereka pun masuk dapur rekaman. Tapi karena saya disuguhi problem menyatukan band sepanjang film, maka saya berharap ending yang lebih menonjolkan kesuksesan band dan personilnya setelah kerja keras menyatukan band ini kembali.
Soal akting, ada satu kritik yang berlaku umum. Para pemain sering ngomongnya gak jelas karena cara bicara yang kecepetan atau kumur-kumur. Jadi sering banget saya mendengar komentar penonton; "hah? apa katanya?" "Kenapa?". Gak mungkin kan penonton satu bioskop mendadak budeg berjamaah?
Tora seperti biasa berakting bagus sehingga sosok aslinya lenyap dan menjadi rocker dingin yang bernama Damon. Indra Birowo biasa-biasa saja. Cengengesannya yang sering kita lihat di Extravaganza masih sering tampak sehingga karakter Indra nya masih terasa betul. Akting Indra lebih bagus ketika menjadi Markus di Dunia Tanpa Koma. Yang dahsyat dalam film D'BIJIS ini adalah aktingnya Gary Iskak. Sosok tampan Gary bisa lebur dalam wujud banci yang menjadi imitatornya Kris Dayanti (KD). Tampak sekali Gary melakukan riset mendalam terhadap penampilan KD karena Gary bisa meniru gerak tubuh, senyum dan lirikan mata KD dengan sempurna. Salut banget buat Gary.
Secara keseluruhan saya suka film ini. Ceritanya masuk akal, menghibur dan mengajari kita bahwa unsur ego ternyata adalah roh sekaligus racun bagi sebuah band. Tak heran bila band-band papan atas sering bongkar pasang pemain. Kalau saja Bonie dimintai pendapat mengenai film ini, saya gak heran bila dia menjawab dengan kata kata: ”Anjing! Asyik abis!”.
Sunday, February 4, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
Hahaha..itu sih sama aja ngebandingin naik pesawat sama naik bajaj.. konon Il divo tiketnya sampai 2 juta ya? kalau beli pakai BCA card dapat diskon 50%.. Kalau duit cukup ya mending nonton il divo laaah.. btw, salam kenal..
huaaaaa....belon nontoonnn....
jadi kudu nonton nih bos.....???
okwe deh....
cabut ke 21 ah...banjir2 ge'
hehe
tapi adik saya bilang dbijis std alias standard abis pak..ga bagus kata dia???
saya pernah jadi anak band dulu.. jadi kayak de ja vu.. dan alur ceritanya anak band banget.. kalau gak suka musik, mungkin aja film ini gak seru.. tapi makasih untuk adikmu yg udah berkontribusi dlm mengembangkan film Indonesia dengan menonton DBijis.. suruh nonton film2 Indonesia lainnya ya.. :-)
Post a Comment