Tuesday, February 13, 2007

Dinar & Dirham dan Harga Ayam & Kambing

“Berapa harga ayam sekarang Mak?” Saya mengajak Emak – pemilik kantin di komplek kantor saya – berteka teki.
”Teka teki kok ngono...ya jelas Emak tau to Pak.. 17 sampai 20 ribuan deh.. tergantung besarnya..”
”Berapa harga kambing sekarang Mak?”
”700 sampai 900 ribuan.. tergantung besarnya juga.. iki teka teki kok ora mutu to (ini teka-teki kok gak bermutu)?”
”Kalau harga ayam 30 tahun lalu berapa?”
Emak mengernyitkan keningnya sambil memutar-mutarkan bolpoin di jarinya ala generasi MTV kalau sedang mikir. Si Emak memang funky.
”Hmm.. sekitar seribu limaratusan Pak..”
”Kalau harga kambing 30 tahun lalu berapa?”
”Wah yen iki Emak rodo lali..(agak lupa) sik sik siiik..(bentar 3x..) seingatku sih 60ribuan.. naah teka teki sing iki sih yo rodo angel (agak susah)..tapi tetep ora mutu lho Pak”
”Berapa harga ayam jaman Rasulullah SAW Mak?”
Kening Emak tambah berkerut. Dahinya mulai mirip mahluk Klingon dalam serial Star Trek.
”Yooo mene-getehe Pak???” Bahasa funky nya keluar lagi. Maklum pelanggan Emak kebanykan penonton fanatik Extravaganza. Sehingga Emak fasih berbahasa ala Tora, Aming dan Indra Birowo.
”Harga ayam jaman Rasulullah itu 1 Dirham Mak. 1 Dirham itu kira-kira Rp 37ribuan. Dirham itu uang logam yang terbuat dari perak murni..”
”Wah.. 1 Dirham di sini malah bisa dapat 2 ayam.. jadi harga ayam gak berubah sejak zaman Rasulullah ya Pak?”
“Harga kambing juga gak berubah Mak.. harga kambing jaman Rasulullah itu 2 Dinar. 1 Dinar itu kira-kira Rp 425ribuan. Dinar itu uang logam yang terbuat dari emas 22 karat dengan berat 4,25 gram..”
”Ealaaah kok bisa to Pak? Kalau uang Rupiah kita kan nilainya turun terus.. lihat saja harga ayam 30 tahun lalu seribu limaratus sekarang sudah 17ribuan”
”Ya karena Dinar & Dirham itu terbuat dari logam mulia Mak..sehingga memang punya nilai. Lha kalau Rupiah atau Dolar kan cuma kertas thok yang diberi angka dan dijamin oleh pemerintah sebagai alat tukar...”
”Jadi misalkan pemerintah ne bubar, misalkan negara Indonesia bubar. Maka uang Rupiah nya gak iso di nggo (tidak bisa dipakai) jual beli ya Pak?”
”Bener banget Mak” Emak memang berotak encer. Kalau saja dia dulu sekolah, mungkin sudah sekarang sudah jadi Menteri Perdagangan.
”Tapi kalau duit emas dan perak walaupun negaranya bubar tetap saja iso di nggo jual beli karena duitnya terbuat dari emas dan perak ya Pak?”
Saya mengangguk membenarkan.
”Lha kok kita mau ya dibayar sama kertas ginian?” Emak menggenggam segepok 10ribuan dari laci kasirnya.
”Mak, yang lebih hebat lagi, emas Indonesia di Papua digali oleh perusahaan Amerika lalu emasnya dibawa ke Amerika dan sebagai imbalannya kita menerima kertas yang ada tulisan US DOLLAR nya. Minyak di Saudi Arabia dikirim ke Amerika dan orang Arab juga menerima kertas yang ada tulisan US DOLLAR nya..”
”Wah orang Amerikanya jadi kaya dong karena banyak emasnya.. lha berarti di brankas pemerintah kita cuma ada kerta-kertas bertuliskan US DOLLAR itu ya pak? Emasnya nggak nambah2 ya.. lhooo kok mau di bodo2i gitu to pak..”
”Yang lebih seru, untuk mencetak uang US DOLLAR itu biayanya Cuma 40 sen atau Rp 4,500 lah.. bayangkan US$ 100 itu kan nilainya sama dengan Rp 900ribu. Berapa untung pemerintah Amerika dari mencetak uangnya? Rp. 895,500!! Kita aja bodo mau mengikuti sistem yang dibuat Amerika Mak..”
Emak dan saya pun termenung. Suasana kantin tiba-tiba senyap. Ayam kalio di mulut saya mulai terasa hambar.
Teka teki ne mutu tenan (bermutu selali) Pak..” Emak berkata lirih sambil merapihkan uang-uang kertas di laci kasirnya.

Inflasi memang menjadi masalah besar Indonesia. Sebenarnya, masalah ini bisa sangat dikurangi bila kita kembali menggunakan mata uang dinar/dirham atau uang Rupiah yang didukung oleh emas/perak yang tersimpan di brankas Bank Indonesia. Artinya bila Bank Indonesia mengedarkan uang kertas baru senilai 1 milyar Rupiah, maka di dalam brankas BI harus tersimpan batangan emas senilai 1 milyar Rupiah juga. Dengan sistem ini (tanpa ada masalah dalam ketersediaan barang) harga susu di jaman sekarang InsyaAllah akan tetap sama di jaman cucu dan cicit kita.

Harus diakui untuk merubahnya, perlu perjuangan dan biaya besar. Namun kita bisa memulainya dari sekarang dengan mulai menabung dalam bentuk Dinar/Dirham. Keuntungannya bagi kita adalah tabungan kita tidak akan digerogoti inflasi. Karena daya beli logam mulia relatif stabil seperti nampak dalam kasus harga ayam dan kambing di atas. Bagi yang tertarik bisa melihat website: www.logammulia.com atau www.e-dinar.com. Atau menghubungi:

WAKALA ADINA
Jl. M. Ali No. 2 RT 003/04 Tanah Baru – Kota Depok 16426.
Telp/fax 021 – 775 6071
Email: lembagaadina@cbn.net.id

Lamunan saya buyar. Nasi & lauk di piring pun tandas. Saya hanya bisa berharap, Allah berkenan memberi kesempatan untuk Indonesia bisa menjadi bangsa yang maju secara ekonomi dan secara akhlak.
“Berapa semuanya Mak?” Saya bersiap-siap kembali ke kantor.
“10 ribu Pak.. ”
Saya menyodorkan uang kertas sepuluh ribuan
Emak tersenyum. “Nggak ada Dinar ya Pak..”
Saya ngakak. Emak memang super cerdas. Lebih cerdas dari orang-orang yang menggadaikan sumber daya alam Indonesia kepada negara asing demi setumpuk kertas bertuliskan US DOLLAR.

Wallahualam Bissawab.

16 comments:

NiLA Obsidian said...

cerdas oge nya si emak....boleh tuh di prospek bisnis kapan2 heuheuheu

Unknown said...

uang kertas ini khan pinternya yahudi sehingga kekayaan seluruh dunia hanya berdasarkan kepercayaan saja. Orang arab sendiri lebih suka dollar dibanding uang dinar - kenapa mereka nggak memulai euro tapi buat arab dengan basis dinar, ya...

good writing

Tubagus Hanafi said...

Nila, gara-gara urang sering dahar di si emak, gula darah jeung asam urat jadi tinggi euy.. edan..tapi kumaha atuh?ngeunah siih..

Boss Muiz. Bener banget komentarnya. Sebenarnya udah banyak ahli menyarankan agar negara-negara Islam penghasil minyak mengganti transaksinya menjadi Euro. Langkah berikutnya baru dibackup dengan Dinar. Cuma gak ada yang berani tuh.. kayaknya takut di ”Irak” kan oleh Paman Sam. Salah satu alasan Irak diserbu kan karena Saddam Hussein merencanakan untuk mengganti seluruh transaksi minyaknya dari US$ ke Euro. Makanya negara Eropa (kecuali Inggris karena mereka juga bukan pengguna Euro) tidak tertarik menyerbu Irak karena keputusan Saddam itu menguntungkan mereka.

Sebenarnya sampai awal 1970an sistem keuangan dunia masih berbasis emas. Ujug-ujug Presiden Nixon membatalkannya karena pemerintahannya merasa bahwa Amerika akan jauh lebih untung bila basis kepercayaan akan uang bukan lagi pada adanya emas, tapi pada US$ sehingga Amerika bisa mencetak uang sebanyak-banyaknya tanpa takut devaluasi dan membeli sumber-sumber alam dari negara lain. Gila bener ya.. modal kertas dan mesin cetak, bisa beli emas berjuta-juta ton dan bisa beli minyak berjuta-juta barrel dari negara lain seperti Indonesia.

Kesiaaan de kita..

Anonymous said...

Postingannya mutu banget bang. Asli...suka banget. Lam kenal, ya...

rahmawulan said...

pak hanafi, tulisannya ok bgt! gampang dicerna. aku boleh gak kirim tulisan pak hanafi ini ke milis RISKA (Remaja Islam Sunda Kelapa), biar ekonomi Islam lebih tersiar lg..? with ur approval n skalian promo-in blog ini, of course.. :)

Tubagus Hanafi said...

Yunis. Silahkan aja di forward ke temen2. InsyaAllah bermanfaat & menambah silaturahim. Makasih ya..

Edwards said...

Pak, saya pernah dengar Asia Tenggara ada rencana mo bikin kayak Euro. Itu mau pake basis dinar dan dirham nggak? Di Malaysia saya juga pernah dengar ada negara bagiannya yang menggunakan dinar dan dirham.

Tubagus Hanafi said...

Mas Edward,

Pernah ada wacana mau bikin mata uang tunggal Asia atau Asean bersamaan dengan pasar bersamanya. Pokoknya njiplak idenya Euro ke Asia/Asean lah.. cuma implementasinya susah krn negara-negara Asia/Asean kondisi ekonominya njomplang sekali. Coba bayangkan kalau Jepang harus mempunyai mata uang yang sama dengan Indonesia atau Myanmar.. padahal Jepang negara maju & kita negara berkembang. Singapura dan Indonesia saja agak sulit dibandingkan.. kalau mengacu pada ide Euro ya gak pakai dinar lah..

Mahatir pernah memberi ide agar negara2 OKI bertransaksi dengan menggunakan dinar. Ini masuk akal. Apalagi kalau kita mulainya dari ibadah haji yang skala bisnisnya sampai Rp 40 Triliun. Kan lumayan Dinar/Dirham tiap tahunnya ditransaksikan paling tidak dg jumlah tsb. Tapi lagi2 ide ini terkendala dg masalah teknis. Malaysia kebetulan neraca perdagangannya positif sedang banyak negara2 OKI yang neracanya negatif, sehingga kalau transaksi dinar/dirham diterapkan, negara2 yg neracanya negatif hrs menyetor dinar/dirham ke Malaysia. Jadi mereka menganggap ide Mahatir ini hanya akan menguntungkan Malaysia saja..

Susah ya kalau uang sudah berbicara.. padahal harusnya ada jalan keluar yang win-win.. yang penting ketidak adilan global yg dimotori AS harus dikurangi.. dan sesungguhnya dlm jangka panjang dg penerapan dinar/dirham negara OKI akan lebih untung lagi..(simulasinya pernah dibuat dan menjadi pemenang karya tulis syariah yg diadakan oleh BNI syariah)

Tubagus Hanafi said...

Soal Dinar di Malaysia, yang saya tau pasti kita bisa menabung dinar di Malaysia tanpa dikenai pajak (karena Dinar dianggap mata uang asing).

Di Indonesia, kita bisa menyimpan dinar di wakala2, tapi ketika membelinya masih dikenakan pajak karena kita dianggap membeli emas (bukan uang).. sedih ya..

Edwards said...

Wayh makasih penjelasannya pak. Memang untuk menegakkan cahaya Islam itu susahnya minta ampun. Jalan ke surga memang selalu penuh duri.

Anonymous said...

Bagu nih tulisannya. Sistim kekayaan zaman sekarang memang ga adil banget.. Jangan rombak ke euro, sama aja khan duti kertas juga :D. Mending bikin tatanan ekonomi baru dengan tatanan ekonomi islam. Khan lebih adil...

Anonymous said...

saya mohon ijinnya copy u pencerahan rekan2 saya di forum

thk
risya

budhi said...

Yth Bapak Tubagus Hanafi Soeriaatmadja.

Mohon ijin COPAS yak, untuk disebarluaskan.

Jazakallahu khoiron katsiron

Artikel terkait:

http://www.majalahtrust.com/ekonomi/keuangan/127.php

intan said...

Yth Bapak Tubagus Hanafi Soeriaatmadja.

Ijin copas ya.... buat di group saya di multiply...

Makasih

Rumah Gadang said...

Bapak Tubagus Hanafi Soeriaatmadja Yth, mohon ijin copas untuk catatan di FB

Anonymous said...

izin share