Thursday, March 8, 2007

Oleh Oleh Java Jazz 2007

Mohon maaf karena kesibukan yang luar biasa, sudah 2 minggu ini saya tidak posting & jarang banget ngeblog. Mudah-mudahan oleh-oleh ini berkenan di hati sahabat semua.

Hari Jumat & Sabtu saya hadir di Java Jazz 2007. Hari Ahad, maksud hati kembali menonton, apa daya badan rasanya remuk (makanya.. rajin olah raga dooong.. gimana siih).. Jadi lah saya absen di hari pamungkas perhelatan jazz terakbar di negeri ini.

Jumat ba’da magrib saya memarkir mobil di TVRI lalu jalan kaki ke JHCC. Firasat saya benar. Antrian kendaraan luar biasa panjangnya sampai-sampai seorang teman memerlukan sejam lebih untuk memperoleh tempat parkir. Alhamdulillah tak sampai 10 menit saya sudah sampai di pintu gerbang JHCC dan disambut oleh ucapan selamat datang khas konser: ”karcis-karcis.. perlu berapa lembar Pak? Kalau ada lebih kita beli deh..”. Dan saya tentu menjawab dengan ucapan standar: “Nggak mas, saya sudah ada tiketnya.. nggak ada lebih kok mas.. permisi..permisi..” sambil meminta jalan untuk lolos dari kerumunan calo.

Baru beberapa detik menghirup udara segar, rombongan penyambut lainnya menghampiri dengan gegap gempita: “Kaosnya Pak..25 ribu satu.. bisa kurang kok.. mau beli berapa..” dan seperti kaset rusak saya terus mengulang-ulang mantra mustajab “Nggak mas, terimakasih..terimakasih.. permisi..permisi..”

Hentakan beat 1/16 berirama cepat dari sebuah band asal Bandung menyambut saya di gerbang utama. Lalu saya pun larut dalam bahasa ritme, nada, tempo dan aksi yang tersaji dari puluhan panggung di JHCC. Dalam perjalanan menikmati bahasa musik ini, tanpa sadar saya membagi bahasa jazz menjadi 2, yaitu: Bahasa Dia dan Bahasa Aku.

Bahasa Dia terdiri dari nada-nada blues, swing, dixie, fusion, latin jazz dan banyak lagi. Benny Mustafa & Oele Patiselano, Maliq & D’Essential, Sergio Mendez, Chaka Khan adalah mereka yang menggunakan Bahasa Dia.

Bahasa Aku terdiri dari nada-nada Bahasa Dia yang sudah diperkaya dengan nada etnis khas Indonesia. Balawan Trio (Bali), Dwiki Dharmawan & Pra Budi Dharma cs (Krakatau), Elfa Secioria adalah diantara mereka yang menggunakan Bahasa Aku.

Namun pembagian ini akhirnya melebur pada satu titik. Keindahan ciptaan Allah. Gending bali, kecak, biola dan hentakan fusion membuat saya bertasbih mengagumi aura cantiknya pantai dan gunung-gunung Indonesia. Lengkingan suara blues Diane Schuur tanpa musik, mengajak saya bertakbir membayangkan indahnya kemerdekaan yang dirasakan budak-budak hitam di sepanjang sungai Mississippi. Alunan saxophone Sadao Watanabe bersama ratusan anak-anak dalam konser khusus Children Are The Future mengundang saya bertahmid dan menangis menyadari manisnya dunia kanak-kanak yang tidak mengenal batas agama, bangsa, dan warna kulit. Indahnya ciptaan Allah. Subhanallah.

Selain menjadi ajang berkomunikasi dengan Allah melalui musik, Java Jazz menjadi tempat silaturahim – tanpa sengaja – dengan begitu banyak sahabat. Dari sahabat jaman SMU, kuliah, teman2 siaran radio di Bandung, dan teman bisnis sampai mahasiswi saya di Universitas BINUS International. Semua saling sapa dengan satu bahasa. Jazz.

Dan yang serunya, Java Jazz ternyata seperti di Hollywood Walk of Fame. Banyak banget selebritis hilir mudik, berjingkrak-jingkrak, dan mengantri demi Jazz. Suasana campur aduk ini ternyata tidak mengenal lagi batas usia. Saya, istri saya dan kedua anak saya semua larut dalam bahasa Jazz. Kami bicara nada dan ritme yang sama, walaupun berbeda generasi. Seru banget deh.

Dari semua penampilan, saya paling menikmati konser Children of The Future nya Sadao Watanabe yang diprakarsai oleh UNICEF. Ada 3 alasan. Pertama, konser ini menyatukan keceriaan anak-anak dari negara, ras, & agama yang berbeda dalam bahasa Jazz dengan pesan tunggal: Perdamaian. Kedua, konser ini menampilkan perkusi dan gamelan tradisional Indonesia yang amat sangat kaya ritme. Ketiga – ini alasan yang agak pribadi hehe.. – anak perempuan saya yang berusia 10 tahun tampil bersama Elfa Music School Choir mengiringi Aki Nabe (panggilan sayang anak-anak Elfa untuk Sadao Watanabe).

Konser ini dibuka oleh penampilan solo saxophone Sadao dengan bandnya yang asli Jepang dengan seluruh peralatan musiknya yang made in Japan. Dan lagu-lagu jazz Sadao adalah tipikal lagu lagu jazz Jepang yang marketable. Yaitu jazz yang enak didengar yang tidak banyak mengambil nada miring. Coba dengar lagu-lagunya Casiopea, Himiko Kikuchi, Akira Jimbo, dll. Mau beat yang kenceng atau slow, nada2nya banyak meramu tuts2 mayor dengan blues. Dan jarang menggunakan tuts mainstream yang sering bikin kuping keriting. Asyik dan mudah menerbitkan selera orang untuk berjingkrak.

Kemudian ratusan anak2 berkaos kuning berlarian ke panggung dan menyanyikan lagu Share The World. Anak2 ini adalah gabungan sekolah-sekolah International dan Elfa Music School. Ada anak Bule, Cina, Jepang, India, dan Indonesia yang menyanyikan lirik campuran berbahasa Jepang dan Inggris. Lucu banget melihat anak Bule, India, dan Indonesia (termasuk Ify anak saya) dengan fasih melantunkan kata-kata: we are the children of the world, to oku no kunikara, ashitano hikariga, to do ku yo, we are the music of the world, kokoroni egako-o, o-o kina o-o kina, go se n shi.

Lalu masuklah puluhan anak-anak dan remaja yang membawa perkusi dari berbagai daerah di Indonesia (termasuk bedug mesjid), gamelan dan perkusi dari Jepang. Mereka adalah murid-murid sekolah internasional, SMU Depok, dan Sekolah Musik Farabi pimpinan Dwiki Dharmawan. Rombongan ini lalu memenuhi udara Plenary Hall dengan hentakan perkusi beritme funky. Ada anak Jepang memukul bedug, remaja bule yang memainkan gendang sunda, anak India yang memainkan drum band. Dan disini saya merinding mendengarkan hentakan rampak kendang dari Sunda yang ternyata sangat kaya ritme. Ketika sedang latihan, Sadao Watanabe sampai terkagum-kagum melihat hentakan dan aksi panggung kelompok rampak kendang ini. Subhanallah, Allah memang menganugerahkan Indonesia dengan kekayaan budaya yang luar biasa.

Setelah itu Elfa Music School Choir menunjukkan kebolehannya menyanyikan lagu-lagu daerah seperti Yamko Rambe Yamko, Bungong Jeumpa, dan Janger. Lagu-lagu yang pernah ditampilkan di Xia Men, Cina yang membawa EMS Choir ini menjadi juara satu lomba Choir sedunia. Lagi-lagi air mata saya menetes karena bangganya dengan kekayaan seni budaya yang diberikan Allah pada kita. Semoga kita mampu menjaga amanah ini.

Saya bersyukur Allah menjadikan saya orang Indonesia..
Saya bersyukur Allah menciptakan jazz..
Saya bersyukur Allah menganugerahkan jazz soul dalam jiwa Ify, anak perempuan saya..

15 comments:

Edwards said...

Saya nggak terlalu suka jazz, tapi cerita pak Hanafi ini bikin semua jadi tampak menarik. "Berkomunikasi dengan Allah melalui musik" dan "membayangkan indahnya kemerdekaan yang dirasakan budak2 hitam"... Itu sebuah cara menikmati musik yang sangat menarik...

NiLA Obsidian said...

kenapa ya...image nya kalo suka jazz itu kayaknya berkelas...dibanding suka musik2 lain (dangdut misalnya)....padahal kan seperti bapak bilang....berkomunikasi dengan Allah melalui musik - sudah tentu musik apa saja....tergantung selera...
eniwei...bravo buat teteh ify....
sok di lajeng bakatna....

Anisa said...

Sepertinya seru dan menikmati sekali ya pak Hanafi acaranya.Kapan ya bisa nonton yg kayak gini?

Anonymous said...

Ralat boss..., gedungnya namanya JCC (Jakarta Convention Center), bukan lagi JHCC (karena managementnya sudah terpisah dgn Hotel Hilton/The Sultan).
Demikian lah ...

Anonymous said...

Ralat boss..., nama gedungnya adalah JCC (Jakarta Convention Center), bukan lagi JHCC, krn managementnya sudah terpisah dgn Hotel Hilton/The Sultan.
Demikian lah ...
Trims ....

Anonymous said...

Subhaanallah... saya sangat tertarik dengan berbagai infonya. saya jg ingin banyak tahu tentang ekonomi Islam, apalagi yang benar-benar ingin saya ketahui lebih jauh adalah bagaimana Akhlak Islam terhadap Ekonomi.. mdh-mdhan pak hanafi bisa memberikan info ke saya tentang hal ini.. syukron katsiir.

Salman Al Farisi

Bunda said...

Asyiiik banget nih oleh2nya...
alhamdulillah aku juga bangga deh ma Indonesia yang kaya banget ma seni budaya.
Btw, si bung kenal banget nih ama jazz...ok deh maju terus...seneng baca tulisannya MERDEKA...!! (eh gak nyambung ya....:D)

Tubagus Hanafi said...

Budi, JHCC itu kan singkatan JHakarta Convention Center.. jadi bener dong gua..

Teh Nila, saya juga hobby kok dangdutan..bisa juga kok connect dg yg di atas asal paham keindahan dangdut..

Bunda, M E R D E K A juga!! Nyambung gak nyambung yg penting jazz Bun..

Anonymous said...

sayang ya ga nonton saya :(

jujur saya menikmati JAZZ di dua keadaan (sesekali pas sendiri yang saya sengaja mo dengerin jazz,sama liat performance langsung) tapi asik juga bahasan tentang bahasa DIA bahasa AKU, tapi kok kayanya untuk yang JAZZ bahasa Dia (kata PAk hanafi) biasanya dah kecampuran genre lain ya..bisa kecampur ada popnya ato rock rock nya, ato blues??

kaya kemaren si Jamie Cullum seperti yang dibahas di KOMPAS itu?

Donnie said...

kalo orang beriman enak ya...nonton jazz juga dihubungkan dengan keagungan Tuhan. Emang begitulah seharusnya. Met weekend bang!!

Iman Brotoseno said...

adih java jazz lama ngantrinya...ha ha

Tubagus Hanafi said...

Mas Salman, kapan2 saya tulis deh soal akhlak Islam di ekonomi. Inti perbedaan ekonomi konvensional dan ekonomi Islam MEMANG di akhlaknya kok. Silakan tinggalkan alamat email di blog saya ini nanti saya kirimkan artikel mengenai ini InsyaAllah.

Mas Triadi, istilah BAHASA DIA & BAHASA AKU sih bisa2nya saya aja bikin istilah utk konsumsi pribadi.. pokoknya BAHASA DIA itu adalah jenis musik (apapun itu.. kebetulan krn nonton Java Jazz berarti jenis musik yg dimainkan di sana) yg TIDAK ADA unsur nada etnik INDONESIA nya.. saya mengagumi musisi2 yang memainkan jazz dlm BAHASA DIA.. tapi saya jauh lbh menikmati permainan jazz dlm BAHASA AKU.. itu aja siiih.. sorry kalo ngebingungin..

Mas Donie, saya disuruh sama guru zikir saya untuk selalu mengingat Allah & Coca Cola. Mengingat Allah KAPAN SAJA, DI MANA SAJA, dg SIAPA SAJA (promo tag coca cola jaman saya kecil dulu). Susah banget euy jalaninnya.. kata pak guru, saya hrs mencoba dari hal2 yg saya suka.. karena saya suka jazz, ya saya mulai berzikir (mengingat Allah) dari sana..

Mas Iman, kalau antri panjang di Java Jazz, ini peluang bisnis menyewakan jasa kursi roda & pendorongnya saat mengantri. Dijamin laku.. mau coba? haha

BudiAditia said...

Napi, musik yg dibicarakan dalam hal ini bersifat universal, nggak memandang gender, atau suku/ras, atau agama. Maka isteriku waktu event Java-Jazz thn 2006 yg lalu mau sekali nonton Daniel Sahuleka, yg notabene beda agama. Aku juga waktu itu ngebet banget sama Lee Ritenour, yg beda agama juga. Jika seseorang mau men-sintesa-kan musik yang umum dgn agama, yaa sah-sah saja sih.... Kalau mau tegas berada di 'wilayah' mana, bisa melihat misalnya pada seorang Kyai NU, Gus Mus yang punya jiwa seni yg benar-benar dilandasi fiqih yang mumpuni. Atau seni yang biasa ditampilkan oleh orang-orang Turki shg mengalami kondisi 'Trans'. Atau bisa juga yg biasa ditampilkan oleh Cak Nun (salah satunya melalui group Kyai Kanjeng). Kelihatan jelas aksen spiritualitasnya, jelas 'kelas'-nya.

Anonymous said...

Jazz... ehmmmmm. Saya bukan salah seorang penggemarnya mas. Tapi berkomunikasi dengan Allah saya rasa cuma nasyid aja yang paling mengena. BTW ...enjoy aja.

Sukses buat Mbak Ify.

Abu Amin Cepu said...

Pak Hanafi yang dirahmadti Alloh,

Mumpung boleh berkomentar, saya hanya ingin meluruskan kata kata bapak : "Saya bersyukur Allah menciptakan jazz" kok saya menagkapnya Alloh suka Jazz untuk diciptakan sebagai sarana bersyukur begitu ya pak? mohon sebagai koreksi dari saya bahwa Alloh tidak menyukai Jazz sebagai jalan untuk bersyukur.Akan tetapi dengan dzikir yang bapak lafatkan tersebut yang sesuai dengan tuntunan sunnah adalah sudah benar buat syukur, jadi Jazz hanyalah bagus bagi pencipta dan pecinta jazz (beda bagi pencinta pop dan dangdut etc) dan Alloh Hanya mengeluarkan hukum sunnatullah-Nya.

Intinya kita harus bisa memisahkan mana mana yang Alloh kehendaki dengan apa yang kita kehendaki karena berkata atas nama Alloh sangat berbahaya buat setiap diri tanpa dasar yang benar.memang ada pendapat membolehkan asal didalamnya tidak ada unsur melalaikan dan harus membangkitkan ruh jihad

seperti fatwa dibawah ini :

Pertanyaan
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Sesungguhnya kami mengetahui tentang haramnya nyanyian atau lagu dalam bentuknya yang ada pada saat ini karena di dalamnya terkandung perkataan-perkataan yang tercela atau perkataan-perkataan lain yang sama sekali tidak mengandung manfaat yang diharapkan, sedangkan kami adalah pemuda muslim yang hatinya diterangi oleh Allah dengan cahaya kebenaran sehingga kami harus mengganti kebiasaan itu. Maka kami memilih untuk mendengarkan lagu-lagu bernafaskan Islam yang di dalamnya terkandung semangat yang menggelora, simpati dan lain sebagainya yang dapat menambah semangat dan rasa simpati kami. Nasyid atau lagu-lagu bernafaskan Islam adalah rangkaian bait-bait syair yang disenandungkan oleh para pendakwah Islam (semoga Allah memberi kekuatan kepada mereka) yang diekspresikan dalam bentuk nada seperti syair 'Saudaraku' karya Sayyid Quthub -rahimahullah-. Apa hukum lagu-lagu bernafaskan Islam yang di dalamnya murni terkandung perkataan yang membangkitkan semangat dan rasa simpati, yang diucapkan oleh para pendakwah pada masa sekarang atau pada pada masa-masa lampau, di mana lagu-lagu tersebut menggambarkan tentang Islam dan mengajak para pendengarnya kepada keislaman.

Apakah boleh mendengarkan nasyid atau lagu-lagu bernafaskan Islam tersebut jika lagu itu diiringi dengan suara rebana (gendang)? Sepanjang pengetahuan saya yang terbatas ini, saya mendengar bahwa Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam-membolehkan kaum muslimin untuk memukul genderang pada malam pesta pernikahan sedangkan genderang merupakan alat musik yang tidak ada bedanya dengan alat musik lain? Mohon penjelasannya dan semoga Allah memberi petunjuk.

Jawaban
Lembaga Fatwa menjelaskan sebagai berikut: Anda benar mengatakan bahwa lagu-lagu yang bentuknya seperti sekarang ini hukumnya adalah haram karena berisi kata-kata yang tercela dan tidak ada kebaikan di dalamnya, bahkan cenderung mengagungkan nafsu dan daya tarik seksual, yang mengundang pendengarnya untuk berbuat tidak baik. Semoga Allah menunjukkan kita kepada jalan yang diridlaiNya. Anda boleh mengganti kebiasaan anda mendengarkan lagu-lagu semacam itu dengan nasyid atau lagu-lagu yang bernafaskan Islam karena di dalamnya terdapat hikmah, peringatan dan teladan (ibrah) yang mengobarkan semangat serta ghirah dalam beragama, membangkitkan rasa simpati, penjauhan diri dari segala macam bentuk keburukan. Seruannya dapat membangkitkan jiwa sang pelantun maupun pendengarnya agar berlaku taat kepada Allah -Subhanahu Wa Ta'ala-, merubah kemaksiatan dan pelanggaran terhadap ketentuanNya menjadi perlindungan dengan syari’at serta berjihad di jalanNya.

Tetapi tidak boleh menjadikan nasyid itu sebagai suatu yang wajib untuk dirinya dan sebagai kebiasaan, cukup dilakukan pada saat-saat tertentu ketika hhal itu dibutuhkan seperti pada saat pesta pernikahan, selamatan sebelum melakukan perjalanan di jalan Allah (berjihad), atau acara-acara seperti itu. Nasyid ini boleh juga dilantunkan guna membangkitkan semangat untuk melakukan perbuatan yang baik ketika jiwa sedang tidak bergairah dan hilang semangat. Juga pada saat jiwa terdorong untuk berbuat buruk, maka nasyid atau lagu-lagu Islami tersebut boleh dilantunkan untuk mencegah dan menghindar dari keburukan.

Namun lebih baik seseorang menghindari hal-hal yang membawanya kepada keburukan dengan membaca Al-Qur'an, mengingat Allah dan mengamalkan hadits-hadits Nabi, karena sesungguhnya hal itu lebih bersih dan lebih suci bagi jiwa serta lebih menguatkan dan menenangkan hati, sebagaimana firman Allah.

"Artinya : Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. Dan barangsiapa disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya." [Az-Zumar: 23]

Dalam ayat lain Allah berfirman.

"Artinya : Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik." [Ar-Ra'd: 28-29]

Sudah menjadi kebiasaan para sahabat untuk menjadikah Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai penolong mereka dengan cara menghafal, mempelajari serta mengamalkannya. Selain itu mereka juga memiliki nasyid-nasyid dan nyanyian yang mereka lantunkan seperti saat mereka menggali parit Khandaq, membangun masjid-masjid dan saat mereka menuju medan pertempuran (jihad) atau pada kesempatan lain di mana lagu itu dibutuhkan tanpa menjadikannya sebagai syiar atau semboyan, tetapi hanya dijadikan sebagai pendorong dan pengobar semangat juang mereka.

Sedangkan genderang dan alat-alat musik lainnya tidak boleh dipergunakan untuk mengiringi nasyid-nasyid tersebut karena Nabi -Shollallaahu'alaihi wa sallam- dan para sahabatnya tidak melakukan hal itu. Semoga Allah menunjukkan kita kepada jalan yang lurus. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.

[Fatawa Islamiyah, al-Lajnah ad-Da'imah, 4/532-534]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]

Semoga Bermanfaat.waollohuallam bisawab, Barokallohufiikum.