Wednesday, February 14, 2007

Captive Market yang Kita Sia Siakan

"Maka terhadap nikmat Tuhanmu yang manakah kamu ragu-ragu?"

Surat An Najm ayat 55 ini memang menggetarkan hati. Asalkan kita membuka mata kepala dan hati maka tak akan cukup tinta sebanyak seluruh samudera untuk menuliskan ilmu NYA yang merupakan nikmat bagi mahlukNYA. Namun berapa banyak tinta yang kita gunakan untuk mengucap syukur pada NYA? Secangkir? Segelas? Seember?

Salah satu nikmat NYA yang sering dilupakan adalah bahwa sesungguhnya Allah SWT sudah menyediakan captive market yang bisa digunakan oleh umat Islam di seluruh dunia untuk berbisnis dan meningkatkan ekonominya. Pasti udah tau kan? Captive market itu bernama IBADAH HAJI. Sebuah ibadah yang melibatkan bisnis senilai paling tidak Rp 40 Triliun yang dianugerahkan Allah setiap tahunnya bagi umat Islam. Nah apakah negara-negara berpenduduk mayoritas Islam sudah menikmati porsi terbesar dari kue bisnis ini?

Muhammad Syafii Antonio dalam diskusi bulanan Masyarakat Ekonomi Syariah Januari 2007 mengindikasikan bahwa justru negara-negara non muslim lah yang banyak menangguk keuntungan terbesar dari bisnis haji ini. Beliau memang tidak mengeluarkan data, tapi justru karena itu lah saya jadi penasaran.

Untuk menjawab rasa penasaran, saya mencoba napak tilas perjalanan haji saya 2 tahun lalu dan mencoba mengingat-ingat kemana saja larinya ongkos haji saya.

Pakaian & kain ihram rasanya buatan Indonesia. Sendal buatan Bata (dianggap luar negeri lah. Kalau Cibaduyut boleh lah dianggap dalam negeri walaupun bahan bakunya impor), sabun & shampoo buatan Unilever Belanda. Kopor made in China.

Berangkat menggunakan Emirate Air milik negara Islam. Tapi pesawatnya Boeing buatan Amerika. Pemasukan Emirate Air (dan operator-operator pesawat lainnya) sebagian besar lari ke Amrik untuk bayar leasing pesawatnya.

Sesampai di Jeddah kami menunggu di King Abdul Azis Airport yang baru saja di pugar dengan bahan-bahan impor dari Jerman. Sambil menunggu bis, kami pun disuguhi KFC yang frenchise dari Amrik. Bus pun datang. Mereknya Hyundai dan Mercedez.

Sampai di Mekkah, kami menginap di Sheraton, jaringan hotel dari negara non muslim juga. Di toko-toko dekat Sheraton pun sangat banyak menjual produk-produk impor dari negara-negara bukan Islam. Ketika saya beli sajadah dan tasbih yang bagus pun ternyata made in China.

Di masjidil haram yang indah itu pun lantainya terbuat dari marmer. Saya tidak tau buatan mana. Tapi tidak kalah dengan marmer Itali. Tunggu. Bagaimana dengan air zam zam? Nah ini adalah produk asli negara muslim. Tidak mungkin ada yang menirunya. Tapi... sayangnya zam zam tidak bisa diperjual belikan sehingga tidak ada nilai ekonomisnya. Bagaimana jerigennya? Ternyata made in China juga.

Sampai di Madinah kita menginap di Anwar Movenpick. Ada milik negara non muslimnya juga (kalau gak salah Perancis). Bahan-bahan bangunan masjid Nabawi pun saya ragu kalau di dominasi bahan-bahan dari negara Islam.

Di Mina? Gak beda jauh tuh. Ratusan ribu tenda-tenda tahan api yang hanya digunakan 2 hari dalam setahun itu ternyata buatan Amerika.

Wah, walaupun angka pastinya tidak ada, tapi kalau dilihat dari napak tilas di atas rasanya kue bisnis haji ini jelas-jelas tidak dinikmati secara mayoritas oleh negara-negara Islam.

Jadi kapan dong negara Islam bisa membuat pesawat, memiliki jaringan hotel, memiliki teknologi tahan api untuk tenda Mina, memiliki jaringan fast food yang mendunia, memproduksi bus-bus untuk mengangkut jamaah, memproduksi bahan-bahan bangunan kelas satu untuk masjidil Haram & Nabawi, dll. dll?

Atau untuk hal ini kita juga harus bilang TANYA KENAPA?

Semoga kita umat Islam selalu mampu membuka mata dan hati serta bekerja keras agar tidak menyia nyiakan begitu saja captive market yang telah disediakan Allah SWT untuk kita.

Wallahualam Bissawab.

6 comments:

Anonymous said...

yg jelas.. captive market did epan kita terbentang luas... tapi kita terlalu sibuk mengkonsumsi produk negara laen. Hingga kepekaannya tumpul buat melihat semua itu !

*salam kenal dari Jama'ah baru di blog Pak Hanafi ini.

pradhana said...

Sebenarnya hal yang Kang Nafi sebutkan ini tidak sepenuhnya terkait dengan kegiatan haji. Karena, setiap hari pun kita sebenarnya sudah masuk dalam era di mana hampir semua kegiatan ekonomi kita tidak bisa "kita" sediakan sendiri. Makan di KFC, berbelanja di mall, naik mobil, pakaian, perangkat kerja, dlll sebagian besar, kalaupun tak semuanya, itu semua terkait dengan yang sono. Memang susah, ya Kang.

ismansyah said...

saya ikut nimbrung ngomentarin di paragraf terakhirnya saja : "Aminnn"
:)

Anonymous said...

Dear Pak Tubagus,

Saya justru mencoba melihatnya lebih sedikit optimis saja. Paling tidak ada ada orang kita yang bekerja kalo bukan Indonesia, ya , muslim yang kerja di perus. pesawat itu. Atau ada banyak keluarga muslim yang diberi makan oleh sang kepala keluarga yang bekerja di KFC. Tidak bisa secara mayoritas memang, tapi paling tidak ada lah, ya.
Kalo mo mayoritas mengambil manfaat dari ibadah ini khususnya haji, ya memang harus bertahap. Soalnya perekonomian dunia saat ini memang 'mereka' yang 'punya' sih ya...... Sekrg mulai aja dari yang kecil dulu, misalnya cĂ­nta produk dalam negeri dengan membelinya. Lama2 nanti insya allah bisa mayoritas secara aggregat.

Anonymous said...

hehe pak hanafi.. saya kira kita juga punya produk luar biasa yang Allah berikan langsung ke kita.. kita bisa tawarkan ke mereka-mereka. Karena mereka-mereka yang menguasai ekonomi dunia itu belum memiliki. Kita punya produk bagus luar biasa sekali, tanpa cacat dan cela. Produk ini jika dipakai akan meninggikan kedudukan kita di sisi Allah Swt. Produk ini dibawa oleh seorang utusan tertinggi dunia ini yang memilki budi pekerti dan akhlaq yang mulia. ya.. produk ini bernama agama. Jangan lupa pak agama adalah nikmat yang paling besar dan tinggi kepada kita. tak sebanding dengan mereka2 yang telah mendapatkan dunia dan kebendaan. Allah muliakan kita dengan agama bukan dengan kebendaan.. salam. :)

handiku said...

nuwun sewu pah tubagus....minta ijin coppass di facebook ana...maturnuwun