Tuesday, February 6, 2007

"Hikmah" dan ”Tobat”: Kata Favorit Seputar Musibah

Tahun 2007 baru berusia sebulan lebih. Tapi sudah begitu banyak musibah dihadapi bangsa ini. Kecelakaan pesawat terbang, tenggelamnya kapal laut, tanah longsor, dan yang teranyar banjir di Jadebotabek (ini belum termasuk musibah yang di carry over dari tahun lalu seperti lumpur lapindo).

Saya tidak ingin membicarakan musibah tersebut satu per satu karena sudah banyak orang yang lebih kompeten yang memberi komentar. Tapi saya justru tertarik membicarakan benang merah komentar-komentar tersebut. Ternyata ada kata-kata yang selalu berulang dan berlaku umum pada musibah yang berbeda-beda. Kata tersebut adalah: “Hikmah” dan “Tobat”.

Soal ”Hikmah” saya yakin kita semua pasti sering mendengar ucapan-ucapan ini:
”Kami yakin dibalik musibah ini pasti ada hikmahnya”
”Kita harus mengambil hikmah dari kejadian ini”

Tapi pernahkah kita mendengarkan kelanjutannya? Misalnya begini:
”Kami yakin dibalik musibah Adam Air ini pasti ada hikmahnya. Salah satu hikmahnya adalah pengontrolan keamanan harus diperketat oleh pemerintah, dengan cara Dephub akan mengecek secara periodik sistem keamanan pesawat lalu diumumkan di website. Sehingga kalau terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh keselamatan yang diabaikan, maka Dephub harus bertanggung jawab dan pejabatnya harus dihukum”
Gak pernah sampai disitu kan? Biasanya pernyataannya cukup sampai ke titik dimana kita sadar bahwa pasti ada hikmah di balik suatu kejadian, tanpa merasa perlu untuk mencari hikmah tersebut.

Soal ”Tobat” juga sami mawon. Ketika musibah mendera Indonesia dengan bertubi-tubi, lalu semua orang mengambil kesimpulan bahwa bangsa ini harus bertobat. Ok, setuju 100%. Lalu bagaimana cara bertobatnya? Kemudian banyak kita lihat aktifitas zikir (lisan), istighozah,maupun doa bersama dilakukan di mesjid-mesjid sebagai salah satu bentuk pertobatan. Saya tidak tau apakah agama lain juga melakukan hal yang sama. Saya setuju 1000% dengan kegiatan ini. Tapi pertanyaannya, apakah hanya itu kah bertobat yang diajarkan Islam?

Syekh Muhammad Al-Ghazali (mantan aktivis Ikhwanul Muslimin) dalam buku Selalu Melibatkan Allah (terbitan Serambi) mengatakan bahwa:

Tobat adalah peralihan total dari suatu pola kehidupan ke pola lain, pemisah yang tegas antara dua masa yang berbeda, laksana fajar yang memisahkan gelap malam dan terangnya siang.

Tobat bukanlah persinggahan sesaat yang setelah itu orang bisa kembali berbuat buruk. Tobat juga bukan upaya yang tidak butuh niat kuat dan kesiapan menerima berbagai ujian. Tobat yang membuat Allah bahagia adalah tobat yang sungguh-sungguh , yang merupakan kemenangan seseorang atas segala kelalaian, kemaksiatan, dan hawa nafsu.

Definisinya jelas banget ya? Jadi ternyata bertobat itu tidak cukup di hati dan lisan saja, tapi harus ada action nya. Nah coba kita petakan kelakuan kita sejak banjir Februari 2002 hingga Februari 2007.

Di saat banjir 5 tahun lalu, banyak orang sepakat bahwa salah satu penyebab banjir adalah tersumbatnya banyak saluran air oleh sampah akibat perilaku membuang sampah sembarangan oleh kita semua. Sehingga hikmah banjir Februari 2002 adalah ”kembalilah pada hadits Nabi saw bahwa kebersihan adalah sebagian dari Iman. Jangan buang sampah sembarangan”. Kalau kita bertobat dengan definisi di atas, tentu tidak ada lagi gorong-gorong yang macet. Karena kenyataannya, banjir 2007 ini masih diakibatkan oleh tak berfungsinya gorong-gorong karena tersumbat sampah. Lucunya, tadi pagi saya melihat TV yang menunjukkan dalam 2 hari masa banjir ini, terdapat banyak sampah yang menyangkut di pintu air akibat orang-orang Jakarta masih membuang sampah sembarangan. Ealaaaah, gak belajar-belajar.. katanya mau tobat..

Hikmah lain dari banjir 5 tahun lalu adalah bahwa daerah Jakarta serta Bogor, Puncak, & Cianjur (Bopuncur) harus memiliki daerah resapan yang cukup untuk dapat menahan air untuk tidak mengubah Jakarta menjadi kolam raksasa. Bahkan ada aturannya segala. Apa yang terjadi? Dalam 5 tahun begitu banyak pembangunan perumahan dan kawasan bisnis di area-area yang sudah diidentifikasi sebagai daerah resapan. Jadi kesimpulannya kita memang belum bertobat..

Tak heran banjir sampai ada siklusnya segala. Karena memang kita manusia yang susah belajar dari pengalaman, sehingga alam pun akhirnya bekerja sesuai Sunatullah dalam bentuk siklus.

Dengan kata lain: kata ”hikmah” dan ”bertobat” memang baru dalam tahapan ucapan di mulut saja. Di hati siapa tau, di tindakan tidak ada yang pernah tau.

Wallahualam Bissawab.

2 comments:

Citarayani said...

Hhmm..setuju sama pendapat bapak. Mengambil hikmah atas suatu peristiwa menurut saya adalah:
1. Mencoba ikhlas atas setiap peristiwa yang sudah terlalui tsb.
2. Mencoba mencari cara agar tidak mengulangi peristiwa buruk yang kita ambil hikmahnya, atau justru mencari cara agar mempertahankan suatu aktivitas atas peristiwa baik yang diambil hikmahnya.

sedangkan tobat..ya artinya menyesali diri atas dosa yang kita lakukan dan berusaha kuat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama yang sudah kita mintakan ampunannya:)

semoga kita tidak sekedar mengucap hikmah dan tobat saja tapi bisa take an action for every hikmah we've got :)

btw nice writing nih pak!!

Cara Menghilangkan Bau pada Bak Sampah dengan STARBIO Plus said...

mantap infonya menarik bermanfaat
serta menambah wawasan
terimakasih banyak